Ada seseorang memiliki seorang kawan yang kakinya yang diamputasi karena sebuah kecelakaan yang menimpanya. Suatu ketika, aku datang kepadanya untuk memberinya semangat dan dorongan. Karena dia adalah seorang yang alim dan cendikia, aku berkata kepadanya, "Umatlah tidak mengharapkanmu untuk emnjadi pedlari yang handal, atau sebagai petinju yang selalu menang dalm setiap pertandingan. Tapi, mereka menanti pemikiran dan ide-idemu yang cemerlang. Dan itu semua, Insya Allah sudah ada pada dirimu."
Ketika orang ini mengunjunginya kembali, beberapa waktu kemudian, sahabatnya berkata kepadanya, " Segala puji bagi Allah, kakiku ini telah menemaniku selama puluhan tahun dengan baik dan kelurusan beragama telah membuat hatiku bahagia."
Seorang ahli hikmah mengatakan, "Ketenangan pikiran itu tidak akan terwujud tanpa disertai kesiapan untuk menerima keadaan terburuk yang mungkin bakal terjadi. Sebab, secara psikologis, sikap pasrah itu bisa membebaskan semangat dari hal-hal yang membelengguhnya."
Ia menambahkan, "Terbukti, ribuan orang akhirnya menghancurkan hidupnya sediri dengan kemarahan. Yakni, karena mereka tidak bisa pasrah dalam menerima kenyataan yang pahit dan tidak mau menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan. Mereka tidak berusaha membangun cita-citanya dari sesuatu yang baru, melainkan justru betempur dengan masa lalunya yang hitam dan terlena dengan kegelisahannya yang berkepanjangan."
Sesungguhnya meratapi kegagalan masa lalu, mengisi penderitaan dan mengumpat kekalahan itu, dalam pandangan Islam merupakan salah satu bentuk kekufuran kepada Allah dan ketidakrelaan atas ketentuan-Nya.
"Kegagalan adalah musuhmu yang paling bahaya, Sebab, ia dapat menghancurkan ketenanganmu."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar