Minggu, 19 Desember 2010

Memilih Teman Berkepribadian Surgawi

Oleh Cahya Ragil*

Allah adalah sebaik-baik penolong bagi kita. Sepatutnya janganlah kita melalaikan diri saat suka maupun duka. Kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Kita berkeluarga dan bermasyarakat, maka janganlah mengurung diri. Allah berfirman; ”barang siapa yang suka melakukakan silaturahmi, Allah akan memperbanyak rizkinya.


Perbanyak Teman
         Kenali semua orang, hormati yang lebih tua, dan sayangi yang lebih muda. Janganlah membuat kelompok dalam berteman, seperti menyatukan persamaan dan meninggalkan perbedaan. Bukankah Allah menciptakan perbedaan di antara kita agar saling kenal. Saat kita melihat orang yang lebih tua, berfikirlah! Mereka lebih banyak melakukan kebaikan di banding kita. Saat kita melihat yang lebih muda, berfikirlah! Kita mugkin memiliki dosa yang lebih banyak daripada mereka. Dari situlah kita akan menjaga diri agar perbuatan kita terjaga.
          Tentang status sosial, janganlah berteman hanya dengan salah satu kelompok saja, kaya atau miskin. Semua harus dijadikan teman. Dari si kaya kita akan terbantu dalam kekurangan harta, dan dari si miskin kita akan dapat membantu dalam kekurangan harta. Nabi menerangkan, ”tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah”. Maka janganlah ketika punya sedikit harta kita dekati si miskin, dan ketika punya banyak harta kita malah menjauhinya.
           Tentang pendidikan, bagaimana kita dapat memposisikan diri agar dapat saling memberi dan menerima untuk berbagi pengalaman. Dari si pandai kita dapat mengambil ilmu yang ia peroleh. Dari si bodoh kita dapat memberi apa yang kita peroleh. 

Selekif dalam Berteman
           Namun, hendaknya salah seorang diantara kita melihat siapa yang menjadi temannya. Karena seseorang bisa dinilai dengan melihat siapa teman karibnya. Dengan kata lain, kita harus selektif dalam memilih teman. Selektif yang dimaksud adalah memelihara hubungan keakraban pada orang yang dapat membawa kebaikan dan berhati-hati pada teman yang memberi dampak buruk. Bukan selektif berdasarkan status sosial, pendidikan, pangkat, maupun jabatan.
            Mewarnai tapi tidak terwarnai, itu prinsip yang harus dipegang. Saat ada golongan yang tidak sejalan dengan kita (banyak berbuat kemungkaran), janganlah masuk pada golongan mereka kalau keimanan belum kokoh dan ilmu belum banyak. Karena ditakutkan, kita bukannya mewarnai namun malah terwarnai. Sebaiknya tetaplah berteman, tapi menjaga jarak.

           Selektif dalam berteman sangat penting, karena apabila salah memilih teman bisa fatal akibatnya. Dalam kehidupan nyata, kita sering menyaksikan orang yang hancur hidup dan kehidupannya gara-gara salah memilih teman. Biasanya ini terjadi karena motivasi pertemanannya untuk dunia. Dan memang, kehancuran manusia lebih banyak disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, kelak di akhirat banyak yang menyesal berat karena salah memilih teman.
Allah berfirman”Dan (ingatlah)hari (ketika) itu orang yang dzolim menggigit kedua tangannya seraya berkata,’Aduhai (dulu) kiranya aku mengambil jalan bersama-sama Rosul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an telah datang kepadaku,”(Al furqan:27-29)
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa,” (Az-Zukhruf:67)
“sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang diantara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian dihari kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian(yang lain), dan tempat kembalimu adalah Neraka, dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolong (Al Ankabut)
          Inilah akibat dari kesalahan memilih teman. Mereka terhinakan di neraka dan menyesal dengan penyesalan yang teramat mendalam. Kalau di dunia mereka saling berteman, maka di akhirat mereka bermusuhan dan saling menyalahkan.
Karena itu, hatil-hatilah dalam mencari teman. Carilah teman yang berorientasi pada akhirat, yaitu teman yang berkepribadian surgawi. Dengan begitu, kita akan merasakan nikmatnya pertemanan di dunia, terlebih di akhirat. Wallahua’lam.

*Mahasiswa STAIL semester VII

Senin, 06 Desember 2010

Muhasabah Diri di Tahun Baru Hijriah


Rasanya, ketika kita berbicara tentang hijrah, tentang Muharram, atau tentang tahun baru Islam, tidak ada sesuatu yang baru atau menarik bagi kita. Sekilas pandang, kita –seakan– merasa sudah terlalu pandai dalam mengenali bulan Islam yang satu ini. Benarkah demikian? Sudahkah khasanah keilmuan kita, sesuai dan memadai sebagai seorang muslim yang sejatinya mengenal dengan baik tentang bulan-bulan Islam.


Sejarah bulan Hijriah
Sejarah mencatat, manusia pertama yang berhasil mengkristalisir hijrah nabi sebagai event terpenting dalam penaggalan Islam adalah Sayidina Umar bin Al Khattab, ketika beliau menjabat sebagai Khalifah. Hal ini terjadi pada tahun ke-17 sejak Hijrahnya Rasulullah Saw dari Makkah ke Madinah.
Namun demikian, Sayidina Umar sendiri tidak ingin memaksakan pendapatnya kepada para sahabat nabi. Sebagaimana biasanya, beliau selalu memusyawarahkan setiap problematika umat kepada para sahabatnya. Masalah yang satu ini pun tak pelak dari diktum diatas. Karenanya, beberapa opsi pun bermunculan. Ada yang menginginkan, tapak tilas sistem penanggalan Islam berpijak pada tahun kelahiran Rasulullah. Ada juga yang mengusulkan, awal diresmikannya (dibangkitkannya) Muhammad Saw sebagai utusannyalah yang merupakan timing waktu paling tepat dalam standar kalenderisasi. Bahkan, ada pula yang melontarkan ide akan tahun wafatnya Rasulullah Saw, sebagai batas awal perhitungan tarikh dalam Islam.
Walaupun demikian, nampaknya Sayidina Umar r.a. lebih condong kepada pendapat –sayidina Ali karamallâhu wajhah-- yang meng-afdoliah-kan peristiwa hijrah sebagai tonggak terpenting ketimbang event-event lainnya dalam sejarah Islam, pada masalah yang satu ini. Relevan dengan klaim beliau: “Kita membuat penaggalan berdasar pada Hijrah Rasulullah Saw, adalah lebih karena hijrah tersebut merupakan pembeda antara yang hak dengan yang batil.

Yang Unik Dalam Hijriah
Nampaknya, ada sesuatu yang unik dalam kalenderisasi Islam ini. Ketika sejarah mengatakan, bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabiul Awal –bukan pada bulan Muharram--, tapi mengapa pada dataran realita, pilihan jatuh pada bulan Muharram, bukan pada bulan Rabiul Awal, sebagai pinangan pertama bagi awal penanggalan Islam.

Memang, dalam peristiwa hijrah ini Nabi bertolak dari Mekah menuju Madinah pada hari Kamis terakhir dari bulan Safar, dan keluar dari tempat persembunyiannya di Gua Tsur pada awal bulan Rabiul Awal, tepatnya pada hari Senin tanggal 13 September 622.
Hanya saja, Sayidina Umar beserta sahabat-sahabatnya menginginkan bulan Muharram sebagai awal tahun hijriah. Ini lebih karena, beliau memandang di bulan Muharramlah Nabi berazam untuk berhijrah, padanya Rasulullah Saw selesai mengerjakan ibadah haji, juga dikarenakan dia termasuk salah satu dari empat bulan haram dalam Islam yang dilarang Allah untuk berperang di dalamnya. Sehingga Rasulullah pernah menamakannya dengan “Bulan Allah”. sebagaimana sabdanya: “Sebaik-baik puasa selain dari puasa Ramadhan adalah puasa di Bulan Allah, yaitu bulan Muharram”. ( Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihya).
Muharram dalam perspektif Islam, merupakan salah satu dari empat bulan haram yang ada dalam Islam (Rajab, Zulka’dah, Zulhijjah dan Muharram). Dalam empat bulan ini, kita dilarang melancarkan peperangan kecuali dalam kondisi darurat yang tidak dapat kita elakan. Firman Allah Swt dalam surah At Taubah ayat 36: “Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah ada dua belas bulan (yang telah ditetapkan) di dalam kitab Allah ketika menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan yang dihormati. Ketetapan yang demikian itu adalah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan-bulan yang dihormati itu (dengan melanggar larangan-Nya).
Berdasarkan ayat ini, segala aktifitas kebaikan tidak ada larangannya untuk dilakukan di bulan Muharram. Demikian juga dengan bulan Rajab, Zulka’dah dan Zulhijjah. Hanya maksiat dan kezaliman saja yang dilarang lebih keras oleh Allah Swt pada bulan-bulan tersebut. Adapun aktifitas positif --semacam pernikahan--, dalam perspektif Islam adalah satu aktifitas atau amalan kebajikan, bukan maksiat dan kezaliman. oleh karenanya, tidak ada larangan dalam Islam untuk melangsungkan acara perkawinan di bulan Muharram.
Hijrah juga menggambarkan perjuangan menyelamatkan aqidah, penghargaan atas prestasi kerja, dan optimisme dalam meraih cita-cita. Itulah sebabnya, Fazlur Rahman menyebut peristiwa hijrah sebagai marks of the beginning of Islamic calender and the founding of Islamic Community. Sebagaimana klaim seorang profesor di bidang kultur Indo-Muslim Universitas Harvard, Annemarie Schimmael, menyebut hijrah sebagai tahun (periode) menandai dimulainya era muslim dan era baru menata komunitas muslim.

Di negara kita Indonesia ini yang mayoritas penduduknya adalah beragama islam dan bahkan terbesar di dunia, ketika tahun baru hijriah datang, kita tidak menemkan perayaan yang ramai di lingkungan kita, bahkan terlihat sepi. Hanya segelintir saja, masyarakat yang mengadakan tiblik akbar dalam menyambut tahun baru islam tersebut. Namun, yang mengherankan, ketika tahun baru masehi berganti di kalender kita, banyak kita jumpai masyarakat di negeri ini ramai-ramai merayakan tahun baru tersebut, dan bahkan cukup ramai. Di sana sini, terdengar bunyi terompet, kembang api, sorak gembira terdengar dari orang disekitar kita. Sengat berbeda ketika tahun baru hijriah datang. Inilah yang sangat disayangkan, masayarakat kita tanpa disadari telah termakan oleh budaya asing, sehingga budaya kita sebagai umat islam lambat laun akan terlupakan. Maka kita yang hadir di sini, marilah mengintrokpeksi diri kita di tahun baru hijriah ini, agar kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada sang Khalik lebih baik kedepannya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. ” (Al-Hujurat: 13). Rasulullah Saw juga, besabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah kejelakan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, yakni di tempat di mana pun engkau berada. Engkau tidak hanya bertakwa kepada Allah di tempat yang di sana orang-orang melihatmu saja. Dan tidak hanya bertakwa kepada-Nya di tempat-tempat yang engkau tidak dilihat oleh seorang pun, karena Allah senantiasa melihatmu, di tempat manapun engkau berada.

"Dan katakanlah! Beramallah maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui hal yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS: At-Taubah:105)
Tidak terasa umur kita bertambah satu tahun lagi. Itu berarti jatah hidup kita berkurang dan semakin mendekatkan kita kepada rumah masa depan, kuburan. Pelajaran yang terbaik dari perjalanan waktu ini adalah menyadari sekaligus mengintrospeksi sepak terjang kita selama ini. Kita punya lima hari yang harus kita isi dengan amal baik. Hari pertama, yaitu masa lalu yang telah kita lewati apakah sudah kita isi dengan hal-hal yang dapat memperoleh ridho Allah? Hari kedua, yaitu hari yang sedang kita alami sekarang ini, harus kita gunakan untuk yang bermanfaat baik dunia maupun akhirat. Hari ketiga, hari yang akan datang, kita tidak tahu apakah itu milik kita atau bukan. Hari keempat, yaitu hari kita ditarik oleh malaikat pencabut nyawa menyudahi kehidupan yang fana ini, apakah kita sudah siap dengan amal kita? Hari kelima, yaitu hari perhitungan yang tiada arti lagi nilai kerja atau amal, apakah kita mendapatkan rapor yang baik, dimana tempatnya adalah surga, atau mendapat rapor dengan tangan kiri kita, yang menunjukan nilai buruk tempatnya di neraka. Pada saat itu tidak ada lagi arti penyesalan. Benar sekali kata seorang ulama besar Tabi'in, bernama Hasan Al-Basri, "Wahai manusia sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari, setiap hari berkurang, berarti berkurang pula bagaianmu." Umar bin Khatab berkata, "Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab."
Semoga dengan datangnya tahun baru hijriah ini (Muharram) dapat memeberikan satu dorongan kepada kita untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Wallahu a'lam bishshowab...

Jumat, 03 Desember 2010

Keindahan dalam Pernikahan

        
Tiba saat untuk berpacaran bagi Anda yang sudah mengucapkan akad. Insyaallah yang ini berpahala, bebas hambatan, sesuai selera dan kesepakatan. Kalau Anda memandang, kelip-kelipan dan menyentuh sedikitpun tak dihalalkan (haram), maka setelah menikah, mau saling melotot, saling kelip-kelipan (sampai cape matanya), saling cekik (sedikit), saling banting sedikit (jangan seperti smack down loh…) atau apapun boleh….
        Bulan Dzulhijjah ini, banyak saya temukan orang yang membuka lembaran baru dalam hidup mereka, memutuskan masa lajang dan menyempurnakan separuh agama mereka. juga ada beberapa teman-teman saya yang telah melangsungkan resepsi pernikahan tersebut, tetapi saya tidak dapat menyaksikan secara langsung pernikahan mereka karena karena tempat jauh (jika diongkosi tranportasi, tentu saya akan datang, hehe….), semoga mereka mendapatkan kebahagiaan dalam membina rumah tangga. Doakan juga saya, agar mendapatkan jodoh, hm... yang sedang-sedang saja, yang penting membuat bahagia, menentramkan hati dan  pintar masak, heheii.... (bukan mempromosikan diri loh...)

        Pernikahan mengepresikan pacaran generasi mulia dalam memaknai ikatan yang suci, abadi dan mengantar ke ketinggian surgawi. Kata ibnu Qayyim, “Setiap kenikmatan yang membantu terwujudnya kenikmatan di hari akhir adalah kenikamatan yang dicintai dan diridhai Allah Swt. Penghadir kenikamatan itu akan merasakan kenikmatan dalam dua segi. Pertama, kenikmatan itu menyampaikan dirinya kepada ridha Allah Swt. Selain itu, akan datang pula kepadanya nikmat-nikmat lain yang lebih sempurna.”
         Di bawah ini beberapa hikmah dalam pernikahan dari sekian banyak hikmah dalam membina rumah tangga yang saya kutip dari buku “Nikmatnya pacaran Setelah Penikah” karangan Kang salim A. Filah. Buku ini bagus bagi Anda yang sudah berumah tangga terutama pengantin baru dalam membina hubungan yang harmonis dengan pasangan. Namun bagi Anda yang belum nikah, buku ini dapat memberikan inspirasi tersendiri bagi Anda dalam memilih pasngan hidup yang terbaik dan juga membuat anda semakin semanagt untuk cepat-cepat membuka lembaran baru, termasuk saya, sieehhhhh…….. (Kang Salim harusnya berterima kasih kepada saya yang mempromosikan bukunya. Hehe….)
Berikut beberapa himah tersebut:
1. Surga hadir di rumah kita.
Kalau ungkapan baiti jannati (rumahku surgaku), benar-benar ingin kita wujudkan, tentu carnya dengan menghadirkan surge ke rumah kita, bagaiman itu? Terkadang surga begitu dekat dengan suatu yang kurang bisa kita nikmati di dunia ini, sedangkan neraka berbaut kelezatan syahwat dan rasa nikmat.
Kini dengan bantuan pasangan suami atau istri, kita mencoba agar luasa hati bertambah, menerima segalanya dengan qana’ah dan sabar. Inilah haisan hidup yang menghadirkan surge ke rumah kita.

2. Penjaga ketaatan
Mungkin saja suatu ketika Anda segera terbangun padahal sedang bermimpi dahi anda dikecup bidadari (bukan wonder women, ha…) dan ketika Anda membuka mata, ‘bidadari’ itus edang memandangi anda sambil mengenakan mukenahnya, “Shalat yuk!!!....”
“Allah merahmati seoarang lelaki yang bangun pada malam hari lalu menunaikan shalat malam (qiyamullail). Dia bangunkan istrinya dan jika istri enggan ia percikkan air ke wajahnya. Dan Allah merahmati seorang wanita yang bagun pada malam hari untuk menunaikan shalat malam. Dia bangunkan suaminya dan jika sang suami enggan, ia percikkan air ke wajahnya.” (HR Abu Dawud, An Nasa’I dan ibnu Majah).
Maka berbahagialah ketika disiram air (maksudnya bukan satu ember), istri anda adalah pengamal sunnah yang uatama.
Jika sebelum nikah, kata ustadz Fuzil Adhim, ruhiyah sulit terjaga dan mata sangat sulit untuk memicing, mudah-mudahan setgelah menikah ada perubahan (lebih bersemangat lagi, jangan mau kalah dengan istgri anda). Dan jika sebelum menikah sudah terbiasa bangun, mudah-mudahan kecantikan istri tidak menjadikan kaki berat untuk melangkah, wah… ini yang gawat, maunya nempel terus sama istri tercinta….., ingat!!! Anda adalah seorang pemimpin yang harus membina istri Anda

3. Menentramkan dan menentramkan jiwa
“tiga kunci kebahagiaan seoarang laki-laki: (1) Istri Shaliha yang jika dipandang membawamu semakin sayang, jika kamu pergi membuatmu merasa aman karena bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu, (2) kendaraan yang baik yang bisa mengantar kemanapun pergi, (3) Rumah yang lapang, damai dan penuh kasih sayang…” (HR Abu Dawud)
Kalau ketiga hal ini berada di sisi (terutama istri yang shaliha), seolah dunia dan seisinya ada dalam genggaman kita. Istri yang selalau menentramkan, kendaraan yang siap sedia dan tak pernah memberikan keluhan dan rumah tangga yang nyaman tempat melenyapkan segala penat jiwa maupun raga. Tetapi bagaimanapun juga, istri shaliha adalah sebaik-baik perhiasan dunia yang dikaruniakan Allah kepada kita. Seperti lantunan lagu The Fikr;
Perhiasan yang paling indah
Bagi seorang abdi Allah
Itulah ia, wanita shaliha,
Ia menghiasi dunia…..

4. Penjaga dari dosa dan maksiat
Berbahagialah, kata Utz Fauzil Adhim, kalau ternyata suami ternya pulang mendadak lalu menemui istrinya, ia menandakan ia menjaga agama, kehormatan, dan kesetiaan cintanya.
“Sesungguhnya Rasulullah Saw pernah melihat seorang wanita. Maka beliau segera masuk ke kediaman Zainab lalu beliau tumpahkan keinginan beliau kepadanya. Lalu keluar dan bersabda, “wanita jika mengahadap kepadamu, ia dalam rupa syaitan, jika ia membelakangimu ia juga dalam rupa syaitan…. Bila salah seorang diantara kalian melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia temui istrinya. Karena pada diri istrinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu” (HR At tirmidzi).
Berlari dari yang haram mencari yang halal. Berlari dari dosa menuju pahala.berlari dari hina menuju mulia. Berlari dari tempat maksiat menuju ibadat. Berlari dari syetan yang keji menuju istri yang suci. Bukankan itu semua berarti berlari dari neraka menuju surgawi? Subhanallah, kemanapun kita pulang, kita berharap surge itu selalu hadir ke rumah kita kapan saja dan di bagian rumah yang mana saja.

5. Inspirfasi surgawi
Salah satu ketinggian yang membedakan ikatan suci penikahan Islam dengan yang lain, yang mengangkatnya keketinggian ufuk ukrawi adalah ikatan ini merupakan inspirasi meraih jannah. Ia tak hanya menyatakan manusia dalam keterkaitan kebutuhan biologis, psikologis, ataupun lokgis, tetapi ia mengangkatnya ke ketinggian makna akan kebutuhan masa depan yang lebih baik lagi.
“Ketahuilah cara mu’min memandang masa depan, bahwa kematian bukanlah akhir kehidupan, tetapi pintu menuju masa tunggu dan kehidupan baru. Saat perhitungan amal ditegakkan, lalu pengadilan Allah memutuskan, berita bahagia bagi orang-orang yang beriman, bersama istri mereka digembirakan.
“masuklah ke dalam surga. Kalian dan istri-istri kalian digembirakan” (Az Zuhruf: 70)

6. Pahala Mengalir dosa berjatuhan
Ikatan pernikahan telah menghalalkan apa yang haram, menjadikan apa yang sebelumnya dosa menjadi pahala, dan bahkan menggugurkan dosa dari sela sejamari.
“Sesungguhnya seorang suami yang memandang istrinya dan istrinyapun memandangnya (dengan syahwat), maka Allah akan memandang kedua insan itu dengan pandangan rahmat. Dan saat ia memegang telapak tangan istrinya, maka dosa-dosa kedua insane itu berjatuhan dari sela jemari-jemarinya.” (HR Maisarah bin Ali dan Imam Rafi’I dari Abu Sa’id Al Khudri)

7. Indahnya Malam Zaraf
Apa itu malam zaraf? Malam adalah malam pertema bagi pasangan suami-istri dalam memadu kasih, atau malam pemboyongan istri ke kamar suaminya, atau juga di sebut malam pertama kali mereka bermalam besama.
Yang istimewa di sini adalah sentivitas kondisi yang dialami kedua mempelai. Ini barangkali yang menumbuhkan kenangan yang tak hilang dari memori selama hidup. Bahkan kenangan itu bisa menjadi terapi disaat sempit dalam hidup datang menghampiri.
Syaikh Muh Shalih Al Munajjib memberikan pesan, “Jika engkau merasakan sempit dalam hidupmu, ingatlah malam-malam pernikahanmu.

Itulah beberapa hikmah dari pernikahan yang dapat saya rangkum. Sebenarnya, banyak sekali hikmah yang terkandung di dalam pernikahan, yang jika kita telusuri cukup panjang untuk kita bahas.
Intinya, dalam berumah tangga adalah sarana untuk meningkatkan dan menyempurnakan amaliah ibadah kepada Allah SWT. Rasulullah bersabda, ''Barangsiapa menikah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan separuh iman, karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam separuh yang tersisa.'' (HR Thabrani). Sedangkan juga sebagai sarana dakwah, berumah tangga adalah sarana untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan takwa serta berlomba dalam memberikan contoh terbaik.
Dalam berumah tanggapun harus diperhatikan hal-hal yang penting, misalkan hak suami terhadap istri dan sebaliknya hak istri terhadap suami, jika hal ini diperhatikan dengan baik, maka akan terlahir keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahma. Adab-adab dalam rumah tangga sangat panjang untuk dibahas, maka dalam artikel ini tidak di jelaskan tentang adab-adab tersebut.