Kamis, 28 April 2011

Dampak Buruk Dosa Kecil

Dosa bagaikan tiupan angin ditanah yang berdebu ketika wajah terasa sejuk sejenak tanpa terasa nodanya telah melekat begitu berbekas. Kalau saja tidak ada cermin, seseorang tidak akan pernah mengira bahwa dirinya telah berubah.
Perjalan hidup memang penuh dengan debu, sediki tapi terus dan pasti. Butiran-butiran debu dosa yang semakin bertumpuk di dalam diri membuat kita lupa dengan diri kita sendiri. Permasalahannya sekarang, bagaimana dan seberapa pekanya hati kita menanggapinya. Karena barangkali mata kepekaan kita pun telah tertutup oleh butiran-butiran debu dosa yang mulai menggunung dalam diri kita. Seorang mukmin yang sholeh mengkin tak terpikir akan melakukan dosa besar, jangankan memikirkan dan melakukan, mendengar saja mereka akan langsung menggigil ketakutan, dan berkata nauzubillahi min dzalik.

Tetapi berbeda dengan dosa-dosa kecil, karena bergitu kecilnya dosa itu menjadi tidak terasa, terlebih ketika kita berada dalam lingkungan yang redup dari cahaya ilahi, maka dosa pun akan terasa biasa.
Rasulullah SAW bersabda:
“jauhilah dosa-dosa kecil karena jika ia terkumpul pada diri seseorang maka lambat laun akan menjadi biasa”
Rasulullah sudah mewanti-wanti kepada para sahabat, tabi’in dan seluruh umatnya agar berhati-hati dengan sebuah kebiasaan, karena sesuatu yang kita anggap ringan tetap mempunyai peran dalam pembentukan karakter dan hati kita.
Sekecil apapun dosa terlebih ketika kita merasa biasa dengannya, itu akan berpengaruh buruk dalam hati, pikiran dan tingkah laku seseorang.
Dan susahnya apabila sipelaku tidak menyadari, justu orang lain yang mengungkap dan menanggapi ketidaknormalan itu. Kita tidak tahu bahwa diri kita telah berubah karena kita tidak mempunyai cermin pribadi untuk melihat siapa diri kita, maka dari itulah bercermin, intropeksi diri, dan selalu bermuhasabah agar kita mengetahui siapa diri ini. Adapun dampak dari dosa yang sering kita anggap remeh adalah:
1. Melemahnya hati dan tekad
Kelemahan ini ketika tanpa sadar seseorang tidak lagi bergairah atau semangat melakukan ibadah-ibadah tambahan (sunah) semuanya tinggal yang wajibnya saja terkadang itu dilakukan dengan terpaksa. Nilai-nilai tambah ibadah menjadi lenyap begitu saja, tiba-tiba ia menjadi enggan untuk beristighfar. Sementara hasrat untuk melakukan kemaksiatan semakin besar dan membara didalam diri. Bagaimana kita akan membendung semuanya. Kalaupun itu sudah terjadi kembali mendekatkan diri kepadap Allah dengan hati yang ikhlas.

2. Seseorang akan terus melakukan perbuatan dosa dan maksiat sehingga ia akan menganggap remeh dosa yang ia lakukan padahal dosa yang dianggap remeh itu besar disisi Allah.
Seorang sahabat rasul yaitu Ibnu Mas’ud pernah membandingkan antara orang yang mukmin yang selalu kebaikan dengan orang fajir yang selalu melakukan kejahatan dalam menanggapi dan menilai sebuah dosa. Beliau r.a berkata sesungguhnya seorang mukmin ketika melihat dosanya seakan-akan ia ditepi gunung, ia takut gunung itu akan menimpanya. Sedang orang yang fajir tatkala melihat dosanya seperti memandang seekor lalat kemudian dibiarkan terbang begitu saja.
3. Dosa maksiat akan melenyapkan rasa malu.
Padahal malu merupakan tonggak kehidupan hati, pokok dari segala kebaikan. Jika rasa malu hilang maka lenyaplah kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda:
“malu adalah kebaikan seluruhnya” (HR. Muslim)
4. Sulitnya menyerap ilmu keislaman
Kenapa? Karena dosa mengeruhkan cahaya hati padahal ilmu keislaman adalah cahaya hidayah Allah Swt, yang dapat diserap dengan kejernihan hati dan jiwa. Jadi seseorang penuntut ilmu (tholabul ‘ilmi) dituntut untuk “membersihkan hati” sebelum jauh melangkah untuk mempelajari keilmuwan Islam.
Sebagaimana ketika Imam syafi’i mengadukan buruknya hafalan kepada Waqi’.
“aku mengadukan buruknya hafalanku kepada waqi’ beliau memintaku untuk membersihkan diri dari segala dosa dan maksiat. Beliaupun mengajarkan bahwa ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan menembus kepada hati seorang pendosa.

Ada suatu dampak lagi yang sangat memprihatinkan seorang yang hatinya berserakan debu dosa, mereka enggan bertemu sapa dengan sesama mukmin. Karena magnit cinta dan kasih sayang sesama mukmin mulai redup dan melemah. Sementara kecendrungan bergaul dengan lingkungan tanpa nilai yang tiada cahaya Allah, justru menguat dan menggebu-gebu, dan terus berontak untuk bebas. Perjalanan hidup memang bukan jalan lurus tanpa terpaan debu. Makin cepat kita berjalan semakin keras pula terpaan debu menerpa. Berhati-hatilah karena sekecil apapun debu. Ia bisa mengurangi kemampuan melihat sehingga tidak lagi jelas mana yang nikmat dan mana yang maksiat.

Oleh; Afry Santoso
Mahasiswa STAI Luqman Al Hakim Surabay

Rabu, 27 April 2011

Perkataan Para Ulama #1

Ikhlas
"Orang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikan dirinya sebagaimana dia menyembunyikan keburukannya" (Ya'kub)


"Ikhlas adalah tidak merasa berbuat ikhlas, siapa masih menyaksikan keikhlasan dalam ikhlasnya, maka keikhlasannya masih membutuhkan keikhlasan lagi." (As-Sausy)

"Ikhlas sesaat berarti keselamatan yang abadi, akan tetapi ikhlas itu sangatlah berat" (Perkataan Sebagian Ulama)

"Meninggalkan suatu amal karena orang lain adalah riya', sedangkan beramal karena orang lain adalah syirik. Adapun ikhlas adalah ketika  Allah  SWT menyelamatkan kamu dari keduanya." (Fudhail)

Dzikir Kepada Allah 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata "Dzikir bagi hati sama dengan air bagi ikan, maka bagaimana keadaan yang akan terjadi pada ikan seandainya ia berpisah dengan air?"

"Dzikir atau ingat kepada Allah adalah obat, dan ingat kepada manusia adalah penyakit" 
(Imam Makhul)

Matinya Hati Seseorang adalah Lebih Berat
"Sungguh aneh manusia itu, mereka menangisi atas kematian jasad seseorang, tetapi tidak menangisi atas matinya hati seseorang, padahal itu sangatlah berat"
(Perkataan salah seorang dari orang-orang soleh)

Sumber: kitab Tazkiatun Nufs

Selasa, 26 April 2011

Terjemah Hadit-hadist Pilihan #1

Kebajikan adalah Apa yang Menentramkan Hati

 عن النواس بن سمعان رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ” البر حسن الخلق والإثم ما حاك في نفسك وكرهت أن يطلع عليه الناس ” رواه مسلم
Dari An Nawas bin Sam’an radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Kebajikan itu adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan menenangkan hati, dan dosa itu adalah apa-apa yang meragukan jiwa dan meresahkan hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.’’
(HR. Muslim)
[Imam Ahmad bin Hanbal no. 4/227, Ad-Darimi no. 2/246]

Qana'ah atas Pemberian Allah SWT
Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh beruntung orang yang masuk islam, diberi rizki cukup dan Allah menjadikan qona’ah (menerima/merasa cukup) dengan apa yang Allah berikan.” (HR. Muslim)


Hati Sebagai Raja dalam Diri

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ
الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا.
[رواه البخاري ومسلم].

Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anh, dia berkata: bahwa Rasulullah telah bersabda, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata: Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.
[HR. Bukhari dan Muslim]
Hadist Arba'in no.4

Harta yang Kita Infaqkan, Itulah Harta Kita yang Sesungguhnya
 Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, dia berkata, ”Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : ”Seorang hamba berkata, ”Harta ku, hartaku” Padahal dari hartanya dia hanya mendapatkan tiga perkara yaitu ”Apa yang dimakan lalu ia habis, atau apa yang dipakai lalu ia usang, atau apa yang dia berikan lalu dia menyimpan pahalanya di Akhirat. Selain itu ia adalah lenyap dan (menjadi) barang peninggalan nya untuk orang (selain nya).” [Diriwayatkan oleh Muslim. Hadits Shahih. Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no 860].

Tanda-tanda Orang Mukmin
Dari Abu Umamah radhiallahu’anhu bahwasannya seseorang bertanya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam, “Wahai Rasulullah, apakah iman itu?” Beliau menjawab, “Apabila amal baikmu membuatmu gembira, dan amal burukmu membuatmu susah (sedih), berarti engkau adalah seorang mukmin (orang beriman).” (Diriwayatkan oleh Hakim dan menurutnya Shahih, disepakati oleh ad Dzahabi I/13, 14)

Bahaya Sifat Ujub
Nabi bersabda, “Andaikan kalian tidak pernah berbuat dosa sedikitpun, pasti aku khawatir kalau kalian berbuat dosa yang lebih besar, yaitu perasaan ujub (Bangga terhadap diri sendiri).” (HR. Al Bazzar).

Sabtu, 23 April 2011

Rasulullah SAW Suritauladan yang Agung

Ia menambal sandalnya, menambal kainnya, mengurus kepentingan keluarganya, memotong daging bersama mereka, mengaduk gandum pembuat roti bagi mereka, memberi makan untanya, memerah susu kambingnya, berangkat ke pasar dan menenteng sendiri belanjaannya, serta menyapu rumahnya. Di rumah ia lebih pemalu daripada seorang perempuan sahaya. Ia tidak meminta makanan pada keluarganya, setidaknya, ia tidak pernah menyatakan keinginan itu pada mereka. Kalau mereka berikan makanan padanya, ia makan apapaun yang mereka berikan. Tak jarang ia ambil sendiri makanan dan minumannya.


Bersamanya ada hamba sahaya lelaki dan perempuan, yang membantunya. Tiada ia meninggikan diri atas mereka, dalam hal makanan dan pakaian. Sikapnya pada mereka, tidak beda dengan keluarganya, lemah lembut dan bijaksana. Ia anjurkan anggota keluarganya untuk bersikap demikian pula.

Ia hadir pada walimah– walimah, menyambangi orang–orang sakit, dan melayat jenazah. Ia keluar ke kebun–kebun sahabatnya. Memenuhi undangan para budak dan orang–orang merdeka. Ia berjalan sendiri, tanpa pengawal, bahkan diantara musuh–musuhnya dalam kecamuk peperangan.

Ia biasa berhenti di jalan mendengarkan kesusahan rakyat kecil. Ia pergi ke rumah mereka untuk menghibur yang sedih dan menggembirakan yang patah hati. Budak yang paling hina biasa memegang tangannya, menariknya menemui tuannya untuk mendapatkan perbaikan atas perlakuan buruk atau bagi kebebasannya. Selama siang hari, ia menerima tamu–tamu dan mengurus soal–soal umum. Malam hari ia hanya tidur sebentar, sebagian besar waktunya dipergunakan untuk beribadah. Ia sayang pada orang miskin dan menghormati mereka. Salah seorang putranya meninggal di pangkuannya, di rumah pengasuhnya yang penuh asap, istri seorang pandai besi.

Di malam hari bagi orang–orang yang tidak punya rumah atau tempat berlindung, dia izinkan mereka tidur di masjid bersebelahan dengan rumahnya. Tiap malam jadi kebiasaannya untuk mengundang beberapa orang dari mereka untuk makan sederhana dengannya. Yang lain–lain menjadi tamu murid–muridnya yang utama.

Ia duduk dan makan bersama dengan orang–orang miskin. Tiada ia hinakan mereka karena kemiskinannya. Meski demikian, ia pun memelihara hubungan dengan kaum bangsawan. Ia menyambung silaturahmi, tanpa mengutamakan suatu kelompok dari lainnya, kecuali karena akhlaq mereka.

Tiada pernah sekalipun ia memboikot seseorang dengan bermasam muka, dan tiada berbicara yang sia–sia. Tidak pernah dia berucap keras apalagi kasar. Ia terima alasan dari orang–orang yang berhalangan. Ia menikmati permainan yang mubah, tiada beliau menentangnya, malah ia berlomba dengan keluarganya. Kalau seseorang meninggikan suara atasnya, sabarlah ia.

Beliau duduk bersama orang banyak, ketika mereka berbincang tentang akhirat. Ia pun bercakap–cakap tentang makanan atau minuman beserta mereka. Mereka berkata–kata tentang dunia, juga ia berada di tengah–tengah mereka. Kapan pun, kasih dan tawadhu-nya tersebar di antara para sahabatnya.

Tetapi ia akan berpaling dari pergunjingan yang sia–sia. Ia sampaikan dengan kinayah (sindiran), perihal yang tidak disukainya. Ia pemalu, tidak menatap wajah seseorang berlama – lama.

Kadang sahabatnya mendendangkan syair dihadapannya. Mereka tertawa, ia pun tersenyum. Beliau tidak menghardik, selain dari yang haram. Ia biasa memanggil anak-anak dan para sahabatnya dengan kuniah (julukan), demi memuliakan dan mengakrabkan mereka. Ia pun memberi kuniah bagi yang tidak mempunyainya, atau mengganti kuniah dengan yang lebih baik.

Para sahabatnya tidak terbiasa bangun berdiri untuk menyambutnya, karena tahu akan kebenciannya ia pada yang demikian. “Jangan kalian perlakukan aku sebagaimana orang 'ajam (non arab) mengagungkan kaisar mereka ” katanya.

Meluap rasa sayangnya pada anak–anak. Tak pernah ia lewati mereka tanpa tegur sapa penuh suka cita. Ia bermain–main bersama, memeluk, menciumi, membelai dan menggendong mereka.

Tidak pernah ia pukul seseorang dengan tangannya, kecuali dengan rasa kasihnya. Tiada sekali – kali ia menaruh dendam atas aniaya yang pernah diperbuat orang atasnya. Ia jauh dari kemarahan, dan paling mudah rela. Sikapnya terhadap musuhnya yang paling besar ditandai oleh belas kasih dan kesabaran yang mulia. Ia keras dan sangat–sangat tegas terhadap musuh–musuh negara. Tapi ejekan, hinaan, kekerasan, dan penganiayaan terhadap dirinya sendiri , semuanya dilupakan, bahkan penjahat yang paling besar pun diampuninya.

Yaa nabi salam 'alaika, yaa rasul salam 'alaika. Allahumma shalli wasllim 'alaa Muhammad………