Selasa, 17 Mei 2011

Terjemah Hadist-hadist # 3

Doa Terijaba di Hari Jum'at 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ : « فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ
يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ » وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا

Dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda tentang hari Jumat, “Pada hari Jumat ada waktu yang mana seorang hamba muslim yang tepat beribadah dan berdoa pada waktu tersebut meminta sesuatu melainkan niscaya Allah akan memberikan permintaannya”. Beliau mengisyaratkan dengan tangannya untuk menunjukkan bahwa waktu tersebut sangat sedikit. (HR. Bukhari dan Muslim)

Pendapat Pertama : Waktu antara duduknya imam di mimbar hingga selesainya shalat. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari radhiyallohu anhu dimana beliau berkata saya telah mendengar Rasulullah shalallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang waktu ijabah, “Waktunya antara duduknya imam di atas mimbar hingga selesainya pelaksanaan shalat Jumat”. Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, Baihaqi, Ibnul Arabi Al Maliki, Al Qurthubi, Imam Nawawi dll.



Pendapat kedua menetapkan waktu ijabah tersebut adalah ba’da ashar terutama menjelang maghrib. Pendapat ini berdasarkan beberapa keterangan yang disebutkan dalam hadits diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasaai dan lainnya dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallohu anhuma dari Rasulullah shallallohu alaihi wasallam beliau bersabda(artinya), “Hari Jumat 12 jam, padanya suatu waktu yang kapan seorang hamba muslim berdoa padanya niscaya Allah akan memberikannya, carilah waktu tersebut di penghujung hari Jumat setelah shalat Ashar”. Hadits ini dishahihkan oleh Imam Hakim, Adz Dzahabi, Al Mundziri dan Al Albani serta dihasankan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. Pendapat ini yang dipilih oleh banyak ulama diantaranya sahabat yang mulia Abdullah bin Salam radhiyallohu anhu, Ishaq bin Rahuyah,Imam Ahmad dan Ibn Abdil Barr. Imam Ahmad menjelaskan, “Kebanyakan hadits yang menjelaskan waktu tersebut menyebutkan ba’da ashar.




Shalat Merupakan Amal yang Pertama dihisab 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ. فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah Saw Sesungguhnya perkara/amal seorang hamba yang dihisab pertama kali adalah shalatnya. Seandainya (shalatnya) baik, maka benar-benar paling beruntung dan paling sukses, dan seandainya (sholatnya) buruk, maka dia benar-benar akan kecewa dan merugi, dan seandainya kurang sempurna shalat fardlunya, Allah 'azza wa jalla berfirman, 'lihatlah apakah bagi hambaku ini (ada amal) sholat sunnah (mempunyai sholat sunnah) yang bisa menyempurnakan sholat fardlunya,' kemudian begitu juga terhadap amal-amal yang lainnya juga diberlakukan demikian ”
 (Hadits diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan begitu juga oleh Abu Dawud dan Imam An-Nasai dan Ibn Majah serta Imam Ahmad.)
Sunan Tirmidzi hadits no. 413 juz 2 hal. 271, begitu juga dapat dibaca di kitab Misykatulmashaabiyh, hadits no. 1330-1331 juz 1, halaman 419, dan disahihkan oleh at-Tirmidzi


Keutamaan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
Dari Abdullah bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhoinya dia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: "Sholat tepat pada waktunya", Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam "Berbuat baik kepada kedua orang tua". Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : "Berjihad di jalan Allah". (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya).

Sabtu, 14 Mei 2011

Perkataan Para Ulama #2

Kedudukan Sabar

Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, seorang ulama dan penguasa yang sholeh, berkata, “Barang siapa yang diberi oleh Allah suatu nikmat akan tetapi kemudian Allah cabut nikmat tersebut, namun Allah ganti dengan sifat sabar, melainkan apa yang Allah ganti tersebut lebih baik daripada apa yang Ia cabut (yakni kesabaran tersebut lebih baik daripada nikmat yang Allah ambil)

Terjemah Hadist-hadist Pilihan # 3

Doa Terijaba di Hari Jum'at 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ : « فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ
يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ » وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا

Dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda tentang hari Jumat, “Pada hari Jumat ada waktu yang mana seorang hamba muslim yang tepat beribadah dan berdoa pada waktu tersebut meminta sesuatu melainkan niscaya Allah akan memberikan permintaannya”. Beliau mengisyaratkan dengan tangannya untuk menunjukkan bahwa waktu tersebut sangat sedikit. (HR. Bukhari dan Muslim)


Pendapat Pertama : Waktu antara duduknya imam di mimbar hingga selesainya shalat. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari radhiyallohu anhu dimana beliau berkata saya telah mendengar Rasulullah shalallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang waktu ijabah, “Waktunya antara duduknya imam di atas mimbar hingga selesainya pelaksanaan shalat Jumat”. Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, Baihaqi, Ibnul Arabi Al Maliki, Al Qurthubi, Imam Nawawi dll.


Pendapat kedua menetapkan waktu ijabah tersebut adalah ba’da ashar terutama menjelang maghrib. Pendapat ini berdasarkan beberapa keterangan yang disebutkan dalam hadits diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasaai dan lainnya dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallohu anhuma dari Rasulullah shallallohu alaihi wasallam beliau bersabda(artinya), “Hari Jumat 12 jam, padanya suatu waktu yang kapan seorang hamba muslim berdoa padanya niscaya Allah akan memberikannya, carilah waktu tersebut di penghujung hari Jumat setelah shalat Ashar”. Hadits ini dishahihkan oleh Imam Hakim, Adz Dzahabi, Al Mundziri dan Al Albani serta dihasankan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. Pendapat ini yang dipilih oleh banyak ulama diantaranya sahabat yang mulia Abdullah bin Salam radhiyallohu anhu, Ishaq bin Rahuyah,Imam Ahmad dan Ibn Abdil Barr. Imam Ahmad menjelaskan, “Kebanyakan hadits yang menjelaskan waktu tersebut menyebutkan ba’da ashar.


Berusaha untuk Sabar

وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصْبِرْهُ اللهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْراً وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ

“Barang siapa yang berusaha untuk bersabar, maka Allah akan membuatnya bersabar. Tidaklah seseorang yang diberi dengan suatu pemberian yang lebih berharga dan lebih luas dari pada kesabaran” [H.R. Bukhari dan Muslim)

Terjemah Hadist-Hadist Pilihan #2

Wanita adalah Cobaan Bagi Laki-laki
Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak ada suatu cobaan sepeninggalanku yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki yang melebihi bahaya nya, cobaan yang berhubungan dengan soal wanita.”
(HR. Bukhari)

Faedah Mengucapkan Solawat 
"Sesungguhnya dari hari-hari kalian yang paling utama adalah hari jum'at, di hari itu Adam 'alaihis salam diciptakan, dan di hari itu dia meninggal, dihari itu ditiupnya sangkakala ( tiupan pertama yang pada waktu itu alam semesta menjadi hancur ), di hari itu terjadi matinya semua makhluq ( kecuali yang dihendaki Allah ), oleh karena itu perbanyaklah shalawat atasku pada hari itu, karena shalawat kamu ditampakkan kepadaku. Para sahabat berkata : wahai utusan Allah ! bagaimana ditampakkan kepadamu shalawat kami, palahal engkau sudah hancur luluh ? maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada bumi jasad para nabi shallallahu 'alaihim wasallam."
(HR. Abu Daud, dan telah dishahihkan oleh An-Nawawi dalam kitab Riyadhus shalihin, dan Syaikh Albani dalam shahihil Jami'. 2212)

Sabar
"Tidaklah seorang mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih, hingga kekawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya." (Mutafaqqun Alaihi)


عَجَباً لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أِصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

"Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Seluruh perkaranya baik baginya. Tidak ada hal seperti ini kecuali hanya pada orang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan lantas dia bersyukur, maka hal itu baik baginya. Dan jika dia ditimpa kesulitan lantas dia bersabar, maka hal itu baik baginya." (Riwayat Muslim, no. 2999)

Senin, 02 Mei 2011

Mengenali kebutuhan diri sebelum Jauh berjalan

Berjalan dengan cara yang tak biasa bisa jadi ia merupakan sebuah eksperimen murni, karena sangat jauh bebeda dengan apa yang telah menjadi tradisi dari keseharian hidup kita. Tetapi mencoba itu tidak ada salahnya, karena banyak hal yang ada pada kita sekarang ini adalah hasil dari sebuah uji coba, atas kemampuan dan potensi yang kita miliki. Selain itu bahwa kita memang tidak diajarkan untuk hidup statis. Mencari sesuatu yang terbaik meskipun itu pada awalnya terasa amat susah, sangat dianjurkan. Ismail bin Najid pernah berpesan, “bencana seorang hamba adalah jika ia telah merasa puas dari kebaikan yang dapat ia lakukan.”
Agar kita mau dan mampu melakukannya demi menemukan sebuah kebaruan dalam hidup ini, berjalanlah dengan cara yang tidak biasa, ada beberapa hal yang harus kita miliki, antara lain: 


Pertama, Beranilah, Lepaskan Diri dari Atribut Kegagalan
Ada kecendrungan seseorang tidak berani melakukan sesuatu karena takut akan resiko kegagalan. Tetapi keberanian sebenarnya bisa dihidupkan dengan menyalakan dan menguatkan azam didalam hati terlebih dahulu. Karena itulah modal dasar bagi orang yang ingin melakukan sesuatu. Ibnu Qoyim menyebutkan bahwa ada azam bagi orang yang hendak memulai perjalanan, dan itu merupakan permulaan. Ad Daqqaq menambahkan, “azam (kehendak kuat) adalah kilatan di dalam sanubari, nyala di dalam hati, cinta yang membara di dalam perasaan dan membara di dalam batin.”
Allah telah menciptakan dunia ini penuh dengan berbagai kesempatan luar biasa. Di sini, ketika sesuatu hilang, maka ia akan menjadi energi, ketika kegelapan datang, satu sinar baru menyeruak dari kedalaman, ketika satu bangunan runtuh, maka ia akan meninggalkan satu tempat konstruksi yang lain. Begitu juga dengan berbagai peristiwa dalam kehidupan manusia. Dari setiap kegagalan selalu hadir satu kesempatan untuk sukses.
Hal ini mengajarkan kita bahwa tidak seorang pun yang harus berputus asa di dunia milik Allah. Meskipun kondisi-kondisi yang ada tampak tidak bersahabat namun semua menyimpan potensi kemungkinan ini, agar kekalahan menjadi kemenangan, adalah melecut keberanian dalam diri, totalitas di dalam melangkah, melepaskan diri dari atribut kegagalan atau kondisi stagnan masa lalu. Itulah makna sekali waktu, berjalanlah dengan cara yang tidak biasa. Sebab tanpa keberanian itu , kita tak akan pernah berhasil menaklukan sungai karena arusnya yang deras, tidak juga samudera dengan ombaknya yang menggulung, dan tidak pula gunung dengan lereng dan bukitnya yang curam dan terjal, sebab semuanya bagai momok yang menakutkan, yang menciutkan nyali dan mengancam keselamatan jiwa.
Namun demikian keberanian tidak lengkap tanpa ada keyakinan dalam hati dengan langkah yang kita ambil, karena keyakinan adalah bagian dari iman yang kedudukannya bagaikan ruh dan badan.

Kedua, Tidak Melanggar Syar’i
Allah Swt yang menciptakan kita tidak pernah membatasi kehendak dan keinginan kita untuk melakukan apresiasi dan ekspresi diri. Kita memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja, selama hal itu tidak menyetuh apalagi melanggar rambu-rambu yang telah ditetapkan-Nya. Kita juga tetap harus menjaga etika, bahwa “kebebasan berekspresi kita dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Dimulai dari kehendak (azam), semua rencana kita haruslah lahir dari keinginan mengharap ridha Allah. Seperti kata Abu Utsman Al Hirry “siapa yang kehendaknya tidak benar pada permulaannya, maka semakin hari dia semakin mundur ke belakang.” Artinya, apresiasi diri tidak terbatas itu, apabila tidak sejalan dengan kehendak Allah justru akan mendatangkan problem baru dalam hidup kita.
Mengapa demikian? Kita tahu bahwa Allah Swt itu maha adil. Kasih-Nya tidak hanya terbatas kepada orang yang memiliki kebenaran iman, tetapi kepada siapa saja yang memiliki azam dan kerja keras. Maka sangat kita takutkan apabila Allah memberikan keberhasilan itu pada usaha kita mencari kebaruan, namun ternyata kita berada pada hal yang tidak dia ridhai.

Ketiga, deklarasikan dengan do’a
Apapun yang kita lakukan, prinsipnya haruslah disertai dengan do’a. sebab, sebagai muslim kita meyakini bahwa keberhasilan tidaklah mungkin terjadi kecuali adanya do’a yang selalu mengiringi setiap usaha. Bahkan terkadang do’a bisa mengubah sesuatu yang menurut kita mustahil menjadi sebuah kenyataan. Itulah sebabnya , betapa pentingnya mendeklarasikan sebuah usaha dengan do’a, teruatama ketika kita merasa tidak sanggup melakukannya padahal itulah satu-satunya jalan yang harus kita tempuh, atau telah merasa kehilangan energi untuk menuntaskannya padahal itu menjadi penentu keberlangsungan cita-cita kita.
Rasulullah Saw membuktikan hal itu ketika beliau dan para sahabatnya dalam perang Badar, secara ukuran manusiawi tidak mempu melawan musuh yang jumlahnya lebih banyak karena itu beliau meyeru kepada Allah, menagih janji-Nya untuk memberikan kemenangan bagi kaum Muslimin. Umar bin Khatab menceritakan peristiwa itu, ketika beliau melihat kearah kaum musyrikin yang berjumlah 1000 orang sedang sahabatnya hanya berjumlah 314 orang. Beliau menghadap kiblat kemudian mengangkat kedua tangannya lalu mengadu kepada Rabnya (berdo’a). Dan pada akhirnya Allah memenangkan kaum Muslimin terhadap kaum musyrikin.
Ini adalah bukti bahwa do’a punya kekuatan yang dahsyat, akan tetapi, yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa pertolongan Allah yang datang melalui do’a tersebut tidak datang begitu saja. Kedekatan kita kepada Allah adalah syarat yang tidak bisa ditinggalkan. Sebab jika kekuatan spiritual itu ada, maka sesungguhnya kita telah memiliki hak untuk mendapkan pertolongan Allah Swt. 

Oleh: Ust. Endang Abdurrahman