Senin, 15 Agustus 2011

Awas! Kebanyakan Duduk Picu Penyakit Kronis

Anda yang memiliki gaya hidup kurang aktif sebaiknya mulai waspada sejak dini. Karena hasil penelitian menunjukkan, gaya hidup kurang aktif atau sedentari dapat meningkatkan risiko mengidap penyakit kronis meskipun Anda telah meluangkan waktu untuk berolahraga.
"Jika orang-orang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan duduk, meski telah berolahraga secara rutin, mereka tetap berisiko tinggi terkena penyakit kronis. Jika mereka mau menambah gerakan dalam rutinitasnya sepanjang hari, mereka akan merasa lebih baik dan terhindar dari masalah kesehatan," ujar John Thyfault, asisten profesor nutrisi dan fisiologi dari Universitas Missouri.
Dalam penelitian terbaru, Thyfault dan timnya menemukan bahwa mereka yang gaya hidupnya berubah dari level aktivitas tinggi (lebih dari 10.000 langkah setiap hari) menjadi tidak aktif (kurang dari 5.000 langkah per hari) berisiko lebih tinggi mengidap diabetes tipe 2.
Menurut Thyfault, aktivitas yang menuntut seseorang jarang duduk seperti tak terlihat pengaruhnya terhadap seseorang. Tetapi, dalam jangka panjang hal itu dapat mencegah kenaikan berat badan.
Dalam sebuah artikel terbaru yang dipublikasikan Journal of Applied Physiology, para peneliti berpendapat, 


gaya hidup kurang aktif merupakan penyebab utama penyakit kronis, seperti diabetes, obesitas, juga penyakit perlemakan hati. Berolahraga secara teratur pun mungkin belum cukup bagi mereka yang banyak duduk untuk menekan risiko penyakit ini.
Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa menghabiskan sebagian besar waktu dengan duduk dapat memicu risiko kematian.
"Setiap orang harus mencoba mengambil paling tidak 10.000 langkah setiap hari. Tak perlu dilakukan sekaligus, tapi melakukan 500 hingga 1.000 langkah setiap beberapa jam sudah terbilang bagus," ujar Scott Rector, asisten profesor nutrisi dan olahraga fisiologi dari Universitas Missouri.
Perubahan kecil dapat meningkatkan jumlah langkah orang-orang dalam kegiatan rutin mereka.
"Cobalah untuk menggunakan tangga dibanding dengan elevator, berjalan menuju meja teman kantor dibandingkan dengan memanggil mereka, atau meluangkan sedikit waktu untuk Anda sedikit berjalan-jalan sepanjang hari," tambahnya.

Televisi dan Wawasan Perkembangan kita (dan keluarga) ?

kali ini kita tidak akan membahas perihal televisi. Benda kotak kaku itu membuat saya iseng-iseng menonton ada apa saja pelayanan yang disuguhkan oleh si kotak kaku yang 'menarik' itu. Kenapa disebut menarik, karena kotak itu sudah berhasil menyedot sebagian besar orang-orang untuk investasi waktunya di depan televisi, dan banyak juga suguhan menarik yang disajikan, mulai dari politik, olahraga, berita, infotainment dan entertainment, hingga pola hidup, menarik bukan?

Tayangan pertama ketika pertama kali menyalakan televisi adalah infotainment gosip, astaghfirullah, pagi-pagi sudah disuguhi memakan 'bangkai' saudaranya sendiri, ironis. Ada yang berdalih sebagai hiburan semata, tapi kalau menurut saya, sesuatu yang menarik mata dan telinga akan mudah 'diendapkan' di dalam otak dalam jangka waktu yang lama. Belum lagi disuguhi oleh pakaian-pakaian 'yang merasa artis' dengan pakaian kayak lontong, ngepress, you can see but you can tauch it. Astaghfirullah, baru melihat sebentar saja langsung 'mual-mual', lanjut pindah channel...


Tayangan kedua film kartun, saya kurang tahu judulnya apa, tapi tontonannya penuh dengan adegan kekerasan, seorang anak yang 'memalak' temannya dan berkata-kata kasar. Ga kebayang kalau ditonton anak-anak, padahal anak itu peniru yang unggul, ah sangat tidak menarik untuk ditonton lebih jauh akhirnya ku memutuskan untuk lanjut pindah channel...

Tayangan ketiga, tentang politik, membahas kasus yang sedang hangat di negeri ini, siapa lagi kalau bukan Mr. Gayus Tambunan. Ah nonton ini saya jadi geli sendiri, ditambah lagi dengan pernyataan seorang mantan napi yang menciptakan dan menyayikan lagu tentang Gayus dan yang lucu ketika dia ditanya masih percayakah dengan hukum, dan jawabnya pun tidak...! (kalau ga salah saya dengarnya itu). Lagi-lagi daku tidak tertarik untuk menyimaknya, dan akhirnya lanjut pindah channel...

Tayangan keempat, tentang gaya hidup. Isinya menceritakan tentang pemakaian tatto sebagai trend hidup manusia zaman sekarang terutama wanita. Astaghfirullah... ternyata banyak di kota-kota besar sekarang wanita yang minta dibuatkan tatto pada tubuhnya, dengan alasan beragam, ada yang bilang biar lebih pede, ada yang bilang suka aja, ada lagi yang pede banget bilang kalau yang ditutup tubuhnya (dengan pakaian syar'i) belum tentu bener orangnya. Astaghfirullah, pola pikir yang sudah di brain wash dengan hedonisme dan sangat tidak lebar pemikirannya karena menurutnya bercermin pada keburukan lebih baik dari pada pada kebaikan.

Mungkin ada yang berdalih juga, itu hak asasi orang mau pake tatto atau tidak kenapa 'situ' (anda-red) yang repot. Padahal kalau saja mereka tahu, bahwa wanita itu adalah tiang agama, jika wanitanya rusak maka rusaklah keseluruhan negara itu dan yang lebih ironis lagi ketika pemilik toko tatto ditanya siapa konsumen paling banyak dalam meminta dibuatkan tatto dan jawabnya adalah 60% wanita dan sisanya 40% pria. Astaghfirullah, ga tahan saya tontonan seperti itu, adakah stasiun televisi yang 'bener' ? Akhirnya lanjut pindah channel...

Tayangan kelima, tentang pertanian dan wirausaha, ditayangkan oleh salah satu pioner pertelevisian nasional pertama. (Alhamdulillah ada yang bener juga). Isinya menarik, mulai dari pertanian jagung hingga abon ikan yang lagi laris di daerah Jawa sana. Sangat-sangat menambah wawasan dan inspirasi walaupun telat nontonnya. Tapi sayang, tayangan seperti ini konon kurang laku, karena masyarakat terlanjur di brain wash tentang hedonisme.

Dari kelima tayangan yang iseng saya tonton, hanya satu yang 'bener', sisanya 'ga bener' (lah iya toh lawan kata bener ya ga bener :) ). Ironis sekali menurut penulis. Jika waktu kita terlalu banyak diinvestasikan untuk televisi dengan sebagian besar tanyangan yang 'kurang mendidik' jangan heran kalau negara ini akan mulai kehilangan jati dirinya. Salah satu contohnya adalah perkara seks bebas, kalau dulu perempuan hamil diluar nikah sangat menjadi aib keluarga, sekarang 'pelaku seks bebas' malah sering ditayangkan di televisi bahkan hingga ada pendukung untuk si pelaku tadi, naudzubillahi min dzalik.

Dari kotak kecil tadi sebagian besar sangat beragam wawasan (yang negatif?) yang disuguhkan oleh pertelivisian kita saat ini, walaupun saya tidak menafikan ada juga tayangan yang bermanfaat seperti tayangan pertanian tadi atau siraman rohani atau tayangan lain yang bermanfaat. Tapi membiarkan anak-anak kita menonton sendirian tanpa pengawasan dan pendidikan dari orangtuanya adalah kesalahan besar. Karena anak-anak adalah aplikator yang baik.

Dan ending-nya adalah saya memutuskan mematikan televisi tadi dan memilih beristirahat untuk memulihkan stamina saya sambil menceritakan 'pengalaman' saya ini kepada para pembaca. Semoga bisa diambil hikmahnya dan mohon maaf jika tidak sependapat.

Jumat, 12 Agustus 2011

Menghidupkan Hati

"Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa bila mereka digoda oleh syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka menyadari kesalahannya,” (QS. Al A’raaf; 201).

Diantara kalimat yang paling sering kita dengar dan baca diberbagai media massa, “Mari kita hidupkan hati nurani”. Himbauan ini semakin bergema saat bangsa dan Negara menuju kea rah yang lebih buruk. Krisis demi krisis terus berlanjut. Institusi-institusi kehidupan menjadi macet dan mandul. Hukum jauh dari nilai keadilan karena sekedar berperan sebagai teknologi undang-undang yang tidak mampu membawa bangsa dan Negara ini kearah kehidupan yang lebih teratur, tertib, aman dan tentram.

Ekonomi pun makin tidak mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Ia hanya menjadi eksploitasi bisnis demi keuntungan pribadi dan kelompok. Kemiskinan dan kesejahteraan hanya menjadi bahasan seminar dan diskusi yang tidak melahirkan sikap keberpihakan pada rakyat yang menderita.


Politik sangat jauh dari aspirasi rakyat, bahkan sebaliknya politik adalah teknologi memanipulasi. Lembaga-lembaga politik, seperti DPR dan MPR sekarang tak lebih dari karikatur demokrasi yang lebih sibuk dengan urusan internal daripada mendengar aspirasi rakyat.

Tak dapat dipungkiri, semua krisis dan masalah ini bermuara pada matinya “hati nurani kita” sebagai anggota masyarakat, bangsa dan negara. Karena itu, semua merasa berkewajiban untuk menghimbau dan mengajak untuk menghidupkan hati nurani. Namun masalahnya, menghidupkan hati nurani tidak seperti menghidupkan lampu yang cukup dengan menekan saklar atau menghidupkan lilin yang cukup dengan korek api.
Kenyataannya, walaupun sudah sangat banyak yang menghimbau dan mengajak untuk menghidupkan hati nurani, mulai dari rakyat kecil yang menghimbau dengan berbagai deritanya, mahasiswa dengan gerakan moralnya sampai para politisi dan presiden yang menghimbau dengan bahasa pidato yang mungkin sangat indah didengar namun jauh dari kesungguhan. Realitanya, belum ada perubahan yang signifikan dalam kehidupan kita. Mungkin masalahnya, ketidaktahuan kita tentang apa nurani itu sebenarnya?

Dalam terminology Arab, nurani disebut dhamir. Istilah dhamir ini dipahami sebagai perasaan kejiwaan yang berperan aktif dalam diri sebagai pengontrol (provost), yang memerintahkan untuk melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan. Perasaan yang akan melahirkan rasa senang ketika diri dalam kebaikan dan sebaliknya akan melahirkan rasa sedih dan tertekan apabila diri dalam kemungkaran dan kejelekan.

Ketika diri berbohong terhadap orang lain misalnya, bisa jadi manusia tidak pernah tahu kebohongan kita, tetapi nurani (dhamir) kita yang hidup akan melahirkan perasaan bersalah dan tertekan karena dosa tersebut. Rasulullah SAW mendefinisikan dosa sebagai sesuatu yang akan menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tertekan dalam hati. Di samping itu, pelakunya tidak menyukai orang lain tahu perbuatan tersebut. Artinya, nurani kita akan menolak saat kita akan melakukan dosa, sekecil apapun.

Nurani merupakan standar sah dalam diri kita untuk menilai kebenaran dan keotentikan hidup kita. Rasulullah SAW bersabda, “Mintalah fatwa dari nurani, kebenaran adalah apabila nurani dan jiwamu tenang terhadapnya sementara dosa apabila hatimu gelisah” (HR Ahmad). Ini tentunya terjadi apabila nurani (dhamir) kita hidup dan sehat.

Dhamir berada pada ruang spiritual, kematian nurani merupakan krisis spiritual. Beberapa ahli psikologi menyebut fenomena ini dengan beberapa istilah, seperti spiritual alienation (keengganan spiritual), spiritual illness (penyakit hati), spiritual emergency (krisis spiritual). Krisis spiritual berlanjut pada krisis eksistensi diri sebagaimana disebut Carl Gustav Jung sebagai existensial illness (krisis eksistensi).

Semua ini bermuara pada semakin lemahnya kecenderungan dan kemampuan manusia dalam mengenal Tuhannya. Dalam bahasa sederhana, bisa dikatakan sebagai proses lemahnya iman kepada Tuhan.

Inilah sesungguhnya permasalahan kita semua yang telah melahirkan berbagai krisis sebagaimana diungkapkan EF Schumacher dalam bukunya A Guide for the Perplexed , bahwa akhir-akhir ini orang baru sadar, segala krisis- baik krisis ekonomi, bahan bakar, makanan, lingkungan, maupun krisis kesehatan- sebenarnya timbul dari krisis spiritual dan krisis pengenalan kita terhadap Tuhan.
Iman merupakan kata kunci dalam setiap permasalahan nurani dan spiritualitas. Karena iman bagi spiritualitas adalah ibarat air bagi tanaman. Sementara spiritualitas yang sehat dengan iman yang kuat dan benar akan menghidupkan nurani. Untuk itu, menghidupkan nurani terus dengan menghidupkan keimanan kepada Allah dalam diri.

Orang beriman adalah orang yang hidup hati nuraninya. Rasulullah SAW ketika ditanya, “Apa iman itu?” Beliau menjawab, “Apabila engkau merasa bersalah dengan perbuatan dosamu dan merasa senang dengan perbuatan baikmu, maka kamu seorang mukmin (beriman) “ (HR. Ahmad)

Jadi, imanlah yang menjadi sumber kepekaan nurani kita. Nurani yang hidup adalah nurani yang beriman kepada Allah. Yaitu iman kepada Allah sebagai ilah (Tuhan) yang disembah, ditaati, dipatuhi sekaligus ditakuti siksanya dan diharap surganya. Bukan sekedar mengimani bahwa Tuhan itu ada.

Iman yang seperti ini- yaitu patuh pada tuntunan Allah SWT dan Rasulullah SAW- akan menjadi pengontrol efektif bagi diri kita. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia menjadikan baginya pemberi nasehat dari jiwanya dan pengingat dari hatinya yang memerintahnya dan melarangnya” (HR Ahmad). Itulah nurani yang hidup dengan iman.

Iman akan tetap terjaga dalam hati dengan menghidupkan rasa muraqabatullah (perasaan selalu diawasi Allah). Sebuah rasa yang lahir dari keyakinan bahwa tidak ada satu pun di alam semesta ini yang luput dari ilmu Allah.
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang melainkan Dia-lah yang keenam.” (QS. Al Mujadalah;7).

Muraqabatullah ini selanjutnya akan efektif mengontrol perbuatan kita. Orang yang mempunyai nurani yang hidup dengan imannya bukanlah orang suci yang tidak pernah terbetik dalam hati niat salah atau jahat. Tetapi orang yang mempunyai pengontrol yang bisa menjauhkan dirinya dari kejatuhan dalam lembah dosa.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau zalim, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosanya dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa mereka sedang mereka mengetahui,” (QS. Ali Imraan;135).

Karena itu, ajakan menghidupkan nurani adalah himbauan untuk menghidupkan keimanan dalam hati dengan mendorong lahirnya muraqabatullah. Apabila seruan ini belum dapat kita realisasikan, kita harus bertanya pada diri sendiri, apakah kita sudah beriman?

Kamis, 11 Agustus 2011

3 Amal yang Terus Mengalir di Dunia

Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT tentunya kita tak akan lepas dari mati. Kata mati tersebut membuat sebagian kalangan manusia merasa takut apabila hal tersebut sudah dekat menghampirinya, seakan-akan kehidupannya akan berakhir saat itu juga. Padahal semua manusia telah mengetahui akan hal itu bahwa manusia akan menghadapi yang namanya kematian. Berbeda halnya bagi orang-orang yang telah siap menghadapi kematian tersebut, tentunya ia telah mempersiapkannya dengan amal-amal sholeh, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa dan berbagai macam ibadah lainnya sesuai ajaran agama islam. Tentunya bagi ummat islam harus mempersiapkan akan hal tersebut sebelum ajalnya tiba. Sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan, mengingat begitu banyak amal kebijakan yang telah diajarkan oleh suri tauladan kita yakni Nabiullah Muhammad SAW.


Mengenai hal diatas bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “apabila anak adam telah meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya terkecuali tiga perkara, yakni: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akannya” (al-hadist). Dari hadist tersebut menjelaskan bahwa ketika anak adam yakni manusia telah meninggal dunia maka akan terputus semua amal yang telah dikerjakannya ketika ia masih terjaga, akan tetapi hanya ada tiga perkara yang dimana ketiga amal tersebut akan terus mengalir menghasilkan benih-benih pahala bagi seseorang yang telah meninggal, tentunya hal tersebut memberikan nilai plus baginya.

* Shodaqoh jariyah

Banyak sekali bentuk amal jariyah yang dapat kita lakukan di dunia ini, mulai dari memberi sekeping uang kepada seorang pengemis atau memberikan sumbangan ke mesjid dan lain sebagainya. Kita ambil saja salah satu contoh yakni, ketika kita masih hidup di dunia ini, pada suatu hari seorang sahabat menawarkan untuk turut bergabung dalam rangka pembangunan mesjid. Saat itu juga kita ikut membantu, ada yang menyumbangkan sebagian uang untuk mebeli peralatan bangunan yang dibutuhkan dan tak sedikit pula yang ikut membantu menyumbangkan tenaganya dalam pembangunan mesjid tersebut. Ketika mesjid tersebut sudah layak pakai, tentunya banyak jama’ah yang mendirikan shalat di mesjid tersebut. Dari hasil kerja keras awal tadi tentunya amalnya akan terus mengalir walau para penyumbang amal tadi telah meninggal dunia. Berkat usahanya banyak manusia yang dapat mendirikan shalat ditempat tersebut sehingga amal-amal yang dilakukan oleh para jama’ah akan mengalir juga kepada orang-orang yang telah turut membantu dalam pembangunan mesjid.

* Ilmu yang bermanfaat

Dalam islam menuntut ilmu adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi, sampai-sampai pepatah arab menyatakan untuk menuntut ilmu walai kenegri cina. Sebagian hadist pun menganjurkan hal tersebut, antara lain yaitu diterangkan bahwa seseorang dianjurkan untuk menuntut ilmu dari buaian hingga liang kubur.

Dari hal diatas tentunya sudah jelas bagi kita untuk menuntut ilmu tak lupa pula untuk mengamalkannya, pepatah arab mengibaratkan orang yang menuntut ilmu akan tetapi tidak mau mengamalkan ilmunya seperti pohon yang tak berbuah. Seorang arsitektur mengamalkan ilmunya melalui desain yang dibuatnya, seorang gurupun demikian ia mengamalkan ilmunya melalui keihklasannya dalam mengajar anak didiknya. Coba bayangkan ketika seorang guru memberikan nasihat kepada anak-didiknya mengenai etika mesuk rumah bahwasanya ketika masuk kedalam rumah hal yang harus dilakukan adalah mengucapkan salam, ketika anak-anak didiknya pulang kerumah maka mereka akan mempraktekan nasehat yang diberikan oleh gurunya, belum lagi ketika anak didiknya memberi tahu kepada tetangganya bahwa sebelum masuk kedalam rumah terlebih dahulu mengucapkan salam dan tetangga tadi mempraktekannya begitu selanjutnya sehingga semua akan mengetahui hal tersebut, betapa mulianya sang guru dan besar sekali amal yang ia dapatkan dari hasil mengamlkan ilmu-ilmunya.

* Anak yang sholeh yang mendo’akannya

Dari dua hal diatas rasanya masih kurang kalau kita belum mendidik anak-anak kita untuk menjadi anak yang sholeh. Sedini mungkin harus kita tanamkan islam didalam hati mereka, sudah kita ajarkan mengenai shalat, puasa, memberi sodaqoh, menuntut ilmu dan lain sebagainya. Tentunya orang tua sangat berperan penting disini, dimana harus mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah sehingga ketiaka orang tua telah meninggal dunia si anak dapat mendo’akan orang tuanya yang akan mengurangi amal buruk mereka ketika meninggal nantinya. Tanpa didikan yang baik dan suritauladan dari orang tua anak-anak tidak akan menjadi anak yang taat, oleh karena itu pendidikan anak sangatlah penting untuk mengahsilkan benih yang berkualitas yang dapat mengalirkan pahala ketika orang tua telah mendekati ajalnya.

Kita semua tentunya berharap akan mati dengan khusnul khotimah, oleh karena itu dengan mengamalkan hadist diatas akan memberikan bekal kita ketika menemui ajal masing-masing. Akan tetapi kami tidak menganjurkan hanya mengerjakan tiga perkara diatas kepada para pembaca mengingat masih banyak amalan-amalan yang dapat kita kerjakan didunia ini yang nantinya menjadi senjata kita untuk menghapus amal keburukan yang telah kita lakukan di dunia ini. Selamat mencoba.

10 Wasiat Allah SWT Kepada Nabi Musa As

Abul-Laits Assamarqandi meriwayatkan kepada sanadnya dari Jabir bin Abdillah r.a. berkata Rasulullah S.A.W bersabda : "Allah S.W.T. telah memberikan kepada Nabi Musa bin Imran a.s. dalam alwaah 10 bab: 

  1. Wahai Musa jangan menyekutukan aku dengan suatu apa pun bahwa aku telah memutuskan bahwa api neraka akan menyambar muka orang-orang musyrikin.

  2.  Taatlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu nescaya Aku peliharamu dari sebarang bahaya dan akan Aku lanjutkan umurmu dan Aku hidupkan kamu dengan penghidupan yang baik.

  3.  Jangan sekali-kali membunuh jiwa yang Aku haramkan kecuali dengan hak nescaya akan menjadi sempit bagimu dunia yang luas dan langit dengan semua penjurunya dan akan kembali engkau dengan murka-Ku ke dalam api neraka.

  4. Jangan sekali-kali sumpah dengan nama-Ku dalam dusta atau durhaka sebab Aku tidak akan membersihkan orang yang tidak mensucikan Aku dan tidak mengagung-agungkan nama-Ku.

  5. Jangan hasad dengki dan irihati terhadap apa yang Aku berikan kepada orang-orang, sebab penghasut itu musuh nikmat-Ku, menolak kehendak-Ku, membenci kepada pembahagian yang Aku berikan kepada hamba-hamba-Ku dan sesiapa yang tidak meninggalkan perbuatan tersebut, maka bukan daripada-Ku.

  6. Jangan menjadi saksi terhadap apa yang tidak engkau ketahui dengan benar-benar dan engkau ingati dengan akalmu dan perasaanmu sebab Aku menuntut saksi-saksi itu dengan teliti atas persaksian mereka.

  7. Jangan mencuri dan jangan berzina isteri jiran tetanggamu sebab nescaya Aku tutup wajah-Ku daripadamu dan Aku tutup pintu-pintu langit daripadanya.

  8. Jangan menyembelih korban untuk selain dari-Ku sebab Aku tidak menerima korban kecuali yang disebut nama-Ku dan ikhlas untuk-Ku.

  9. Cintailah terhadap sesama manusia sebagaimana yang engkau suka terhadap dirimu sendiri.

  10. Jadikan hari Sabtu itu hari untuk beribadat kepada-Ku dan hiburkan anak keluargamu. Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda lagi : "Sesungguhnya Allah S.W.T menjadikan hari Sabtu itu hari raya untuk Nabi Musa a.s. dan Allah S.W.T memilih hari Juma'at sebagai hari raya untukku."