Tujuan dibuatnya sebuah hukum adalah untuk menstabilkan roda dalam kehidupan masyarakat. Yang melanggar harus mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Tidak peduli, apakah dia itu pejabat negara atau rakyat biasa, pengadilan harus merata dan tegas dalam memberikan keputusan dan sanksi sesui dengan pelanggaran yang mereka perbuat.
Akan tetapi berbeda dengan hukum yang ada di negeri ini. Hukum di Negeri ini ibarat mata pisau, tajam mengadili rakyat kecil dan tumpul ketika mengadili kalangan atas, atau istilahnya "yang berduit dialah yang menang." Maksudnya, jika rakyat kecil melakukan pelanggaran, maka dengan mudah pengadilan akan menjatuhkan vonis hukuman kepadanya.
Sebaliknya jika yang melakukan pelanggaran itu adalah orang-orang kalangan atas, maka pengadilan sangat berat dalam memberikan sanksi dan itupun yang terbukti bersalah tidak mendapatkan sanksi yang tegas. Terbukti ketika ICW melakukan penyelidikan, di akhir tahun 2009 lebih dari seratus tersangka koruptor dibebaskan oleh pengadilan.
berbeda dengan yang dialami oleh seorang nenek yang mangambil tiga buah bakau di sebuah kebun. Pengadilan dengan tegas menjatuhkan vonis hukuman kepada nenek tersebut. Kasus yang serupa juga pernah dialami oleh sepasang suami istri yang pernah mengambil sesisir pisang susu de sebuah perkebunan. itupun mereka lakukan karena mengisi perut yang kelaparan. Juga dengan tegas pengadilan menjatuhkan hukuman dan bahkan diancam 7 tahun penjara. Mencuri memang adalah sebuah pelanggaran hukum, tetapi bagaimana dengan para koruptor yang mengambil begitu banyak aset negara dan melukai hati rakyat dan bahkan hati bangsa ini? Tetapi kenapa pengadilan tidak memberikan ketegasan hukum kepada mereka. Ini berarti masih sangat lemahnya hukum di negeri ini. Berarti sila kelima dalam Pancasila yang berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia" belum terealisasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar