Sudah sangat sering saya mendengar “curhatan” teman-teman seprofesi yang masih tersandung keadaan dengan status “guru honorer”.
Curhatan masih berkisar tentang keadaan selanjutnya mengenai status mereka, terutama guru honorer di sekolah swasta karena terbentur PP 48 tahun 2005 terdiskriminasi dan terampas hak kemanusiaannya dengan sulit memperoleh pengakuan dan pengangkatan menjadi PNS dilingkungan dinas pendidikan provinsi Jawa Barat.
Saya mencoba sedikit mengumpulkan data secara lisan, yang saya dapat saat-saat berkumpul dengan sebagian guru honorer SLB swasta.
Ada beberapa pertanyaan yang saya ajukan pada mereka, yang saya pilah hanya pada guru honorer laki-laki karena saya berargumen bahwa guru honorer laki-laki memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarga sebagai tulang punggung.
Rata-rata gaji yang mereka peroleh dari SLB swasta di provinsi Jawa Barat dengan masa kerja sekitar 27 tahun sampai 10 tahun sebesar Rp 300.000,- samapi Rp 600.000 perbulan. Menurut hitungan matematika kehidupan dan logika tentang cara pandang hidup gaji sebesar itu tidak akan mencukupi kehidupan mereka apalagi bila ditambah dengan istri dan anak sekitar dua orang.
Tetapi bagaimanakah mereka masih bisa tetap bertahan sampai bisa menyekolahkan anak mereka masing-masing. Ini beberapa catatan yang bisa saya sampaikan :
1. Beberapa dari teman mencari penghasilan tambahan dari memberikan les privat atau pun terapi pada anak-anak berkebutuhan khusus untuk menambah penghasilan mereka agar dapat memenuhi kebutuhan hidup setiap bulannya.
2. Beberapa dari teman menjadi buruh bangunan dan ada juga yang sambil memberikan jasa tumpangan untuk beberapa siswanya sehingga setiap bulannya ada penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
3. Beberapa teman yang lebih “beruntung” (dalam kapasitas kami sebagai guru honorer) mendapatkan sertifikasi sebesar Rp 1.500.000,-/bulan atau bila sudah Inpassing bisa sekitar Rp 2.340.000/bulan
4. Beberapa teman berjualan makanan atau jualan lainnya yang menghasilkan sehingga menambah penghasilan mereka.
Mungkin bila para guru honorer wanita lebih terbantu dengan penghasilan suami yang rata-rata sudah dapat memenuhi kebutuhan keluarga setiap bulannya.
Tergambar bahwa guru honorer lebih “kuat” dalam memperjuangkan hidupnya, lebih bertanggung jawab terhadap keadaan hidup.
Suatu hari saya membaca sebuah tulisan seorang teman di kompasiana.com yang menuliskan tentang arti sebuah “harga” untuk guru honorer, ini adalah perhitungan fantastis dan dalam bagi kita semuanya.
Saya sampaikan pada teman-teman guru honorer bahwa : Honor yang kita dapat sebesar Rp 400.000,-/bulan adalah honor dengan nilai Rp 10.000.000/bulan untuk masa kerja 10 tahun. Mengapa demikian? Karena Allah sudah menyiapkan sebesar Rp 9.600.000/bulan yang akan kita dapat nanti di surga bila kita melakukannya dengan ikhlas, sabar, tawakal dan tanpa pamrih.
Coba kita bandingkan dengan guru PNS di SLB provinsi Jawa Barat dengan masa kerja 10 tahun plus sudah mendapatkan sertifikasi, sebesar Rp 10.000.000,-/bulan sudah pasti mereka dapatkan, tetapi ada resiko besar dengan uang itu. Apakah resiko besar itu? Tanggung jawab mereka dihadapan Tuhan, bila mereka melalaikan tugas dan pengabdian mereka. Bukankah nilai itu akan berkurang dan menjadi tagihan di akhirat nanti? Atau mungkin saja menjadi minus dan akhirnya membuat belenggu untuk diri mereka sendiri pada saat ini atau pada akhir nanti?
Jadi siapa yang lebih beruntung? Anda sendiri yang bisa menjawabnya.
Tulisan ini ku persembahkan pada sahabat-sahabat seperjuangan guru honorer SLB swasta di provinsi Jawa Barat. Selamat berjuang, mari perjuangkan hak kita dengan strategi yang cerdas, profesional dan ramah bagian dari unjuk karakter positif hati-hati namun punya nyali, berani karena benar dengan dukungan data yang valid (nasehat dari seorang sahabat yang peduli dengan guru honorer SLB provinsi Jawa barat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar