Rabu, 25 November 2009

Troy??????? Nikah Beda Agama???

Pesan ‘Dialog Antar-agama’ adalah merayakan perbedaan, mencari persamaan. Praktiknya, penganjur bisa melakukan ‘sembahyang bersama’ (common prayer) atau nikah beda agama

Hanya orang yang ‘gaptek’ komputer saja yang tidak kenal dengan virus Trojan Horse. Sebab, virus satu ini cukup familiar dan daya rusaknya terhadap sistem komputer lumayan canggih. Tulisan ini tidak akan memberikan laporan atau paparan tentang virus komputer, tapi merupakan pemaparan analogi yang dibuat pemateri diskusi INSISTS yang digelar tanggal  8 November 2009 di Kualakumpur, Malaysia.

Acara kajian ini mendiskusikan mengenai isu yang sedang berkembang dan merajalela sepak terjangnya di Indonesia, yaitu isu ‘Dialog Antaragama’. Acara diisi oleh Dr Syamsuddin Arif.


***

Kuda Troy adalah hadiah pasukan Yunani yang tak pernah berhasil menjebol barisan pasukan musuh bebuyutannya karena benteng kerajaannya yang kuat, yaitu kerajaan Troy. Akhirnya mereka membuat hadiah patung kuda raksasa terbuat dari kayu untuk dihadiahkan kepada kerajaan Troy. Padahal patung ini hanya siasat saja agar tentara Yunani bisa masuk ke dalam, sebab di dalam patung raksasa ini sudah disiapkan ratusan tentara pilihan, semacam “Kopasus”-nya Yunani, untuk disusupkan ke dalam kerajaan Troy.

Dengan Kuda Troy akhirnya pasukan khusus itu bisa masuk, membuka pintu gerbang untuk pasukan lainnya, dan akhirnya merusak segalanya dan sekaligus menamatkan riwayat kerajaan Troy. Kerajaan Romawi konon keturunan dari Troy yang berhasil melarikan diri dari penyerbuan ini.

“Dialog Antaragama” yang sering didengung-dengungkan itu sebenarnya tak ubahnya seperti kuda Troy dalam sejarah Yunani kuno, ujar Syamsuddin Arif. Namun apa relevansinya Kuda Troy dengan Dialog Antaragama?

Jika Kuda Troy merupakan kado jebakan Yunani terhdap musuhnya, maka begitu juga “Dialog Antaragama” merupakan hadiah Gereja Katolik Roma untuk musuh-musuhnya, utamanya musuh bebuyutannya, termasuk Islam.

Dimulai dengan penelusuran munculnya istilah “Dialog Antaragama” dan yang berkaitan dengannya. Bang Syam (panggilan akrab Syamsuddin Arif), menemukan beberapa istilah terkait dengan isu ini, seperti interfeith, interreligious dialogue, global ethic, dan global theology. Semua ini ternyata tidak bisa dilepaskan dari gerakan Gereja Katolik dunia untuk menjaring “domba-domba” tersesat agar mengikuti Kristen. Atau paling tidak, misinya untuk merusak kekuatan lawan dari berbagai sisi.

Bagaimana itu terjadi? Rupanya memang dari sejarah Katolik sendiri mengalami berbagai tantangan dan gejolak yang dahsyat, baik di internal mereka sendiri maupun dengan sekte-sekte yang ada atau dengan agama-agama lainnya, seperti Yahudi, Budha, dan Islam.

Oleh karena itulah Gereja katolik perlu merumuskan sikap mereka terhadap agama-agama lain.

Gereja Katolik merumuskan sikapnya itu melalui Konsili Vatikan II dengan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut: Gereja Katolik tidak mengingkari adanya kebenaran dan kesucian pada agama-agama selain Kristen; agama lain itu sebagai pantulan cahaya kebenaran yang menerangi seluruh umat manusia; namun tetap bersikukuh bahwa Kristuslah satu-satunya jalan hidup yang menyelamatkan manusia secara utuh dan sempurna.

Hasilnya adalah Gereja menginstruksikan kepada “anak-anaknya” untuk mengadakan dialog dan kerja sama dengan seluruh pemeluk agama di dunia, namun dengan pendirian mereka yang tidak akan beranjak dari keyakinan yang sedia kala. Pemateri di sini berkesimpulan bahwa dialog antaragama ini merupakan kado kristenisasi terbaru yang dibungkus dengan misi perdamaian, kemanusiaan, dan persaudaraan.

Di tingkatan awam non-akademis, dilakukan oleh pihak gereja. Di tingkatan akademis, lebih sistematis dan lebih canggih, di antaranya mendalangi isu “Dialog Antaragama”.

Pemateri menyebutkan tiga tokoh sentral yang menjadi otak terhadap isu ini di ranah akademis. Mereka adalah Karl Rahner dengan anonymous Christian-nya (Kristen tanpa nama), Prof Hans Küng dengan ide Global Ethic-nya (Etika Global), Prof. John Hick dengan Global Theology-nya (Global Teologi). Ketiga-tiganya ternyata menjadi ‘nabi’ bagi pergerakan pluralisme agama atau “Dialog Antaragama” di dunia.

Di Indonesia, bermulanya ide “Dialog Antaragama” adalah tahun 1970-an dan Mukti Ali (Menteri Agama waktu itu) sebagai pembuka jalannya. Lalu diteruskan oleh ‘santri-santri’nya seperti Ahmad Wahib, Nurcholish Majid, Dawam Rahardjo, dan Johan Efendi. Era selanjutnya, paska tahun 1990-an, gerakan ini diteruskan oleh orang-orang Kristen sendiri, seperti Th. Sumartana. Selain itu, lembaga non-pemerintah tak ketinggalan didirikan untuk menyebarluaskan gagasan Inklusivisme dan Pluralisme Agama.

Lihat saja apa yang dirintis oleh Budhy Munawar Rahman, Bernardia Guhit, Trisno Sutanto, Retnowati, Kautsar Azhari Noer, dan Komaruddin Hidayat, yang mendirikan Masyarakat Dialog Antar-agama (MADIA). Muncul juga di Jogja yang namanya DIAN  (singkatan dari Institute for interfaith Dialogue in Indonesia), yang aktif menggelar pertemuan antarjaringan kelompok agama seperti di Malino dan Banjarmasin.

Di masanya Gus Dur jadi Presiden, ia juga tidak mau kalah dengan meresmikan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), yang dipromotori oleh Djohan Effendi, Siti Musdah Mulia, dan konco-konconya. Tahun 2000 lahirlah Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), di mana salah satu mata kuliah pentingnya adalah Inter-Religious Studies dengan ko-instruktur J.B. Banawiratma, Zainal Abidin Bagir, dan Fatimah Husein.

Menurut pemateri, pesan yang selalu diteriakkan adalah bagaimana merayakan perbedaan, mencari persamaan dan titik temu untuk membangun kehidupan bersama yang aman, damai dan harmonis. Namun, pada praktiknya, para penganjur dan peserta dialog antaragama ini bisa melakukan ‘sembahyang bersama’ (common prayer), nikah beda agama, sebagaimana hal itu bisa disaksikan dalam trilogi film dokumenter yang diproduksi CRCS yang berjudul ’Uniting the divided’ (Menyatukan yang terbelah), ’Interreligious mariage’ (Menikah beda agama), dan ’I am a pious kid’ (Aku anak soleh) yang diluncurkan pada 2007.

Sampai di sini bisa disimpulkan bahwa ‘Kuda Troy’, “Dialog Antaragama” yang dikirim oleh Vatikan memang sudah betul-betul masuk ke dalam benteng umat Islam, khususnya di Indonesia. Umat Islam dibuat tidak sadar bahwa itu jebakan.

Umat Islam merasa tersanjung dengan hadiah ini dan menyambut bahagia karena keelokan wacana dan ide yang dipolesnya. Umat Islam juga tidak sadar bahwa “tentara-tentara” Vatikan sudah berhamburan keluar dari Kuda Troy itu, bahkan mereka merekrut tentara baru dari kalangan anak muda Islam untuk menghancurkan saudaranya sendiri.

Tulisan ini hanya menyampaikan faktanya, selanjutnya terserah kita semua; akan binasa secara pelan-pelan atau berbenah diri dan membuat strategi baru. Wallahua’lam
Tulisan ini saya ambil di Hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar