Ia menambal sandalnya, menambal kainnya, mengurus kepentingan keluarganya, memotong daging bersama mereka, mengaduk gandum pembuat roti bagi mereka, memberi makan untanya, memerah susu kambingnya, berangkat ke pasar dan menenteng sendiri belanjaannya, serta menyapu rumahnya. Di rumah ia lebih pemalu daripada seorang perempuan sahaya. Ia tidak meminta makanan pada keluarganya, setidaknya, ia tidak pernah menyatakan keinginan itu pada mereka. Kalau mereka berikan makanan padanya, ia makan apapaun yang mereka berikan. Tak jarang ia ambil sendiri makanan dan minumannya.
Bersamanya ada hamba sahaya lelaki dan perempuan, yang membantunya. Tiada ia meninggikan diri atas mereka, dalam hal makanan dan pakaian. Sikapnya pada mereka, tidak beda dengan keluarganya, lemah lembut dan bijaksana. Ia anjurkan anggota keluarganya untuk bersikap demikian pula.
Ia hadir pada walimah– walimah, menyambangi orang–orang sakit, dan melayat jenazah. Ia keluar ke kebun–kebun sahabatnya. Memenuhi undangan para budak dan orang–orang merdeka. Ia berjalan sendiri, tanpa pengawal, bahkan diantara musuh–musuhnya dalam kecamuk peperangan.
Ia biasa berhenti di jalan mendengarkan kesusahan rakyat kecil. Ia pergi ke rumah mereka untuk menghibur yang sedih dan menggembirakan yang patah hati. Budak yang paling hina biasa memegang tangannya, menariknya menemui tuannya untuk mendapatkan perbaikan atas perlakuan buruk atau bagi kebebasannya. Selama siang hari, ia menerima tamu–tamu dan mengurus soal–soal umum. Malam hari ia hanya tidur sebentar, sebagian besar waktunya dipergunakan untuk beribadah. Ia sayang pada orang miskin dan menghormati mereka. Salah seorang putranya meninggal di pangkuannya, di rumah pengasuhnya yang penuh asap, istri seorang pandai besi.
Di malam hari bagi orang–orang yang tidak punya rumah atau tempat berlindung, dia izinkan mereka tidur di masjid bersebelahan dengan rumahnya. Tiap malam jadi kebiasaannya untuk mengundang beberapa orang dari mereka untuk makan sederhana dengannya. Yang lain–lain menjadi tamu murid–muridnya yang utama.
Ia duduk dan makan bersama dengan orang–orang miskin. Tiada ia hinakan mereka karena kemiskinannya. Meski demikian, ia pun memelihara hubungan dengan kaum bangsawan. Ia menyambung silaturahmi, tanpa mengutamakan suatu kelompok dari lainnya, kecuali karena akhlaq mereka.
Tiada pernah sekalipun ia memboikot seseorang dengan bermasam muka, dan tiada berbicara yang sia–sia. Tidak pernah dia berucap keras apalagi kasar. Ia terima alasan dari orang–orang yang berhalangan. Ia menikmati permainan yang mubah, tiada beliau menentangnya, malah ia berlomba dengan keluarganya. Kalau seseorang meninggikan suara atasnya, sabarlah ia.
Beliau duduk bersama orang banyak, ketika mereka berbincang tentang akhirat. Ia pun bercakap–cakap tentang makanan atau minuman beserta mereka. Mereka berkata–kata tentang dunia, juga ia berada di tengah–tengah mereka. Kapan pun, kasih dan tawadhu-nya tersebar di antara para sahabatnya.
Tetapi ia akan berpaling dari pergunjingan yang sia–sia. Ia sampaikan dengan kinayah (sindiran), perihal yang tidak disukainya. Ia pemalu, tidak menatap wajah seseorang berlama – lama.
Kadang sahabatnya mendendangkan syair dihadapannya. Mereka tertawa, ia pun tersenyum. Beliau tidak menghardik, selain dari yang haram. Ia biasa memanggil anak-anak dan para sahabatnya dengan kuniah (julukan), demi memuliakan dan mengakrabkan mereka. Ia pun memberi kuniah bagi yang tidak mempunyainya, atau mengganti kuniah dengan yang lebih baik.
Para sahabatnya tidak terbiasa bangun berdiri untuk menyambutnya, karena tahu akan kebenciannya ia pada yang demikian. “Jangan kalian perlakukan aku sebagaimana orang 'ajam (non arab) mengagungkan kaisar mereka ” katanya.
Meluap rasa sayangnya pada anak–anak. Tak pernah ia lewati mereka tanpa tegur sapa penuh suka cita. Ia bermain–main bersama, memeluk, menciumi, membelai dan menggendong mereka.
Tidak pernah ia pukul seseorang dengan tangannya, kecuali dengan rasa kasihnya. Tiada sekali – kali ia menaruh dendam atas aniaya yang pernah diperbuat orang atasnya. Ia jauh dari kemarahan, dan paling mudah rela. Sikapnya terhadap musuhnya yang paling besar ditandai oleh belas kasih dan kesabaran yang mulia. Ia keras dan sangat–sangat tegas terhadap musuh–musuh negara. Tapi ejekan, hinaan, kekerasan, dan penganiayaan terhadap dirinya sendiri , semuanya dilupakan, bahkan penjahat yang paling besar pun diampuninya.
Yaa nabi salam 'alaika, yaa rasul salam 'alaika. Allahumma shalli wasllim 'alaa Muhammad………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar