Selasa, 02 Februari 2010

Janganlah Jadi Manusia yang Bersifat Binatang

Kekuasaan Uang

Kalau kita perhatikan, manusia-manusia yang menjadi biang kerok kerusakan di dunia ini adalah orang-orang yang selalu memperturutkan hawa nafsu. Dalam hal hegemoni kekuasaan, mereka menempuh segala macam cara untuk mencapai tujuannya. Nafsunya yang mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan culas dan curang. Mereka tidak segan sogok sana sogok sini agar dapat “kursi”.

Setelah berhasil, dia pun merampok sana merampok sini untuk meraup kekayaan. Kadang dengan cara yabg halus dan nampak procedural. Dia tidak berfikir apakah jalan yang ditempuh itu baik atau buruk.
Yang ada dalam pikirannya bahwa di zaman sekrang ini kalau kurang uang maka tidak memilki harga dan hina. Itulah sebabnya, dia bergerak terus untuk mencari uang dengan cara apapun, kendati harus menyengsarakan orang lain. Dalam pikirannya hanya uang dan uang. Dengan uang, segalanya bias dibeli, temasuk setan. Begitulh dalilnya setiap saat.

Seks

Gejolak nafsu seksual yang selalu diperturutkan sangat tertolong dengan pangkat dan kekayaan. Kalau dia seoarng pejabat, maka jabatannya dimanfaatkan untuk memilih hotel berbintang dan perempuan berbintang pula. Tak perlu pusing, toh yang membayar itu semua adalah Negara atau sponsor (yang akan mengurus Negara).

Laksana Binatang Ternak

Alankah jeleknya stigma yang berikan tuhan kepada orang yang memperturutkan hawa nafsu. Aplagi kalau sampai mempertuhankann. Dianologikan seperti binatang ternak, karena memang demikian kenyatannya. Bahkan lebih sesat dari binatang. Kenapa? Karena sebodoh-bodoh binatang tidak sjahat manusia.
Konon pernah terjadi di tengah hutan ada anak harimau yang jatuh kedalam sumur. Sang induk sudah seharian berputer-putar ingin mengangkat anaknya dari dalam sumur, namun tidak sanggup. Tiba-tiba ada orang yang memberanikan diri turun ke sumur menaikan anak harimau tersebut lalu melepaskannya.
Ketika orang itu menolong anak harimau, sang induk bersembunyi di balik semk-semak. Orang yang telah menolong itu berjalan tenang tapi diam-diam diikuti oleh sang induk anak harimau tadi. Harimau tersebut baru kembali setelah mengetahui rumah yang ditempati oleh orang itu. Apa yang terjadi kemudian? Setiap shubuh sebelum orang itu bangun, sudah ada daging segar terletak di depan rumahnya. Binatang seperti harimau itu terkadang lebih tahu membalas budi daripada manusia.
Manusia yang terlalu memperturutkan hawa nafsu dapat membuat martabatnya anjlok sampai ketitik nadir yang lebih rendah daripada binatang. Manusia terkadang telah ditolong pada saat yang genting, tapi setelah masa berlalu dan orang yang pernah menolongnya itu juga memerlukan pertolongan, kadang tidak bergerak hatinya. Apalagi kalau pertolongan yang bersifat tanpa pamrih. Sulitlh itu dilakukan.
Binatang mangsa sesuatu paling banter sekedar untuk mengnyangkan perut. Tapi manusia, meski sudah kenyang, juga berusaha mendapatkan berlipat-lipat kali dari itu. Katanya untuk dibgikan secara merata pada keluarga dan anak keturunannya. Padahal pada saat yang sama, orang lain harus menderita karena ulahnya.
(atikel yang saya kutip dari majalah Hidayatullah)

Jika kita melihat di sekiling kita, kita dapat melihat bebagai kelakuan manusia yang jauh dari akhlak kemanusiaan. Penipuan, penindasan, perzinaan dan berbagai kedzaliman lainnya telah menjadi kebiasaan, salah satu penyebab utamanya adalah memperturutkan hawa nafsu. Seolah-olah hawa nafsu sudah menjadi raja yang mengatur kehidupannya. Manusia adalah mahkluk yang paling mulia yang derajatnya bisa lebih tinnggi dari malaikat dan juga derajatnya bisa lebih rendah dari binatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar