Senin, 19 Agustus 2013

Tolong Jangan Disingkat Lagi


singkatan2Kawan-kawan semua,
Ini tentang menyingkat salam, sholawat, pujian pada Allah dan juga doa. Banyak diantara kita meremehkan hal ini. Ada yang beralasan bahwa hal itu untuk menjadikan segalanya praktis dan hemat. Ada yang berdalih kalau segala sesuatu itu tergantung niatnya, kalau niatnya baik tidak masalah disingkat-singkat. Benarkah demikian?. Sering kita jumpai di kartu undangan pernikahan, majalah, surat kabar, SMS, email atau tulisan lainnya beberapa singkatan semisal SAW, SWT, Ass.wr.wb, Ass, Askum, Salom, Samlekum, Mikum, Jzklh, Jzkmlh, Brklhu fik, dsb. Bagaimanakah hukum penulisan singkatan diatas tersebut? Mari kita simak penjelasan dan fatwa ulama berikut.


Lafadz “aslkm” bahkan “ass” & singkatan yang sejenisnya bukan termasuk dlm kategori salam. Dan bagaimana lafadz-lafadz tersebut dapat disebut salam?, sementara dlm lafadz tersebut tak mengandung makna salam yaitu penghormatan & do’a bagi penerima salam. Bahkan lafadz “ass”, dlm perbendaharaan kosa kata asing memiliki pengertian yang tak sepantasnya dan mengandung unsur penghinaan (wal ‘iyyadzubillah).

1. As = orang bodoh ; keledai
2. Ass = pantat
3. Askum = celakalah kamu
4. Assamu = racun
5. Samlekum = matilah kamu
6. Salom/syalom= dari bhs Ibrani untuk sesama kristen dan ada 263 kata di dalam kitab perjanjian lama dan perjanjian baru.
7. Mikum = dari bahasa Ibrani, artinya Mari Bercinta
(sumber)

FATWA-FATWA ULAMA

Tidak boleh untuk menyingkat salam secara umum dalam tulisan, sebagaimana tidak boleh pula menyingkat shalawat dan salam atas Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak boleh pula menyingkat yang selain ini dalam pembicaraan.
Diterjemahkan dari http://www.bakkah.net
Fatwa Lajnah Ad-Daimah (Dewan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia)

Bolehkah menulis huruf SAW yang maksudnya shalawat (ucapan shallallahu ‘alaihi wasallam). Dan apa alasannya?

Yang disyari`atkan adalah menulisnya secara lengkap –shallallahu ‘alaihi wasallam- karena ini merupakan doa. Doa adalah bentuk ibadah, begitu juga mengucapkan kalimat shalawat ini.

Penyingkatan terhadap shalawat dengan menggunakan huruf shad atau penyingkatan Salam dan Shalawat (seperti SAW, penyingkatan dalam Bahasa Indonesia) tidaklah termasuk doa dan bukanlah ibadah, baik ini diucapkan maupun ditulis. Dan juga karena penyingkatan yang demikian tidaklah pernah dilakukan oleh tiga generasi awal Islam yang keutamaannya dipersaksikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dewan Tetap untuk Penelitian Islam dan Fatwa
(Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ibn Abdullaah Ibn Baaz; Anggota: Syaikh ‘Abdur-Razzaaq ‘Afifi; Syaikh ‘Abdullaah Ibn Ghudayyaan; Syaikh ‘Abdullaah Ibn Qu’ood
(Fataawa al-Lajnah ad-Daa.imah lil-Buhooth al-’Ilmiyyah wal-Iftaa., – Volume 12, Halaman 208, Pertanyaan ke-3 dariFatwa No.5069)

Perkaranya lebih ditekankan ketika menulis nama beliau dalam kitab, karya tulis, risalah, makalah, atau yang semisalnya berdasarkan dalil yang telah lewat. Ucapan shalawat ini disyariatkan untuk ditulis secara lengkap/sempurna dalam rangka menjalankan perintah Allah Aza Wajalla kepada kita dan agar pembaca mengingat untuk bershalawat ketika melewati tulisan shalawat tersebut. Tidak sepantasnya lafazh shalawat tersebut ditulis dengan singkatan misalnya shad1 atau slm1 ataupun singkatan-singkatan yang serupa dengannya, yang terkadang digunakan oleh sebagian penulis dan penyusun. Hal ini jelas menyelisihi perintah Allah Aza Wajalla dalam firman-Nya:
“… bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.”

Dan juga dengan menyingkat tulisan shalawat tidak akan sempurna maksudnya serta tidak diperoleh keutamaan sebagaimana bila menuliskannya secara sempurna. Terkadang pembaca tidak perhatian dengan singkatan tersebut atau tidak paham maksudnya.

Menyingkat lafazh shalawat ini dibenci oleh para ulama dan mereka memberikan peringatan akan hal ini.

Ibnu Shalah

Ibnu Shalah dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits yang lebih dikenal dengan Muqqadimah Ibnish Shalah Ibnu Shalah . Ibnu Shalah dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits yang lebih dikenal dengan Muqqadimah Ibnish Shalah mengatakan, “(Seorang yang belajar hadits ataupun ahlul hadits) hendaknya memerhatikan penulisan shalawat dan salam untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila melewatinya. Janganlah ia bosan memengatakan, “(Seorang yang belajar hadits ataupun ahlul hadits) hendaknya memerhatikan penulisan shalawat dan salam untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila melewatinya. Janganlah ia bosan menulisnya secara lengkap ketika berulang menyebut Rasulullah.”

Ibnu Shalah juga berkata, “Hendaklah ia menjauhi dua kekurangan dalam penyebutan shalawat tersebut:
Pertama, ia menuliskan lafazh shalawat dengan kurang, hanya meringkasnya dalam dua huruf atau semisalnya.

Kedua, ia menuliskannya dengan makna yang kurang, misalnya ia tidak menuliskan wassalam.

Al-‘Allamah As-Sakhawi

Al-‘Allamah As-Sakhawi dalam kitabnya Fathul Mughits Syarhu Alfiyatil Hadits lil ‘Iraqi, menyatakan, “Jauhilah wahai penulis, menuliskan shalawat dengan singkatan, dengan engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan semisalnya, sehingga bentuknya kurang. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang jahil dari kalangan ajam (non Arab) secara umum dan penuntut ilmu yang awam. Mereka singkat lafazh shalawat dengan saw dan shad, Karena penulisannya kurang, berarti pahalanya pun kurang, berbeda dengan orang yang menuliskannya secara lengkap.

As-Suyuthi

As-Suyuthi berkata dalam kitabnya Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi, mengatakan, “Dibenci menyingkat shalawat dan salam dalam penulisan, baik dengan satu atau dua huruf seperti menulisnya dengan slm3, bahkan semestinya ditulis secara lengkap.”

Inilah wasiat saya kepada setiap muslim dan pembaca juga penulis, agar KAUM MUSLIMIN mencari yang utama atau afdhal, mencari yang di dalamnya ada tambahan pahala dan ganjaran, serta menjauhi perkara yang dapat membatalkan atau menguranginya.”

(Diringkas dari fatwa Asy-Syaikh Ibn Baz yang dimuat dalam Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 2/396-399)

Sumber: Majalah Asy Syari’ah, Vol. III/No. 36/1428 H/2007, Kategori Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, Hal. 89-91.

Hendaknya kita mulai sekarang menulis lengkap tulisan tersebut sebagaimana contoh berikut :
SAW dengan Shallalahu ‘alahi wassalam (صلى ا لله عليه وسلم)
SWT dengan Subhanallahu wa Ta’ala ( سبحانه وتعالى)
Ass.wr.wb dengan Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakaatuh (السلام عليكم)
Jzk dengan Jazakallahu khoiron katsir.

ADAB MENULIS SHALAWAT

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dlm kitab-Nya yang mulia, yang artinya,“Sesungguhnya Allah & Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat utk Nabi. Hai, orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu utk Nabi & ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Qs. Al-Ahzaab: 56).
Singkatan 
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik di masa hidup maupun sepeninggal beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi-Nya & membersihkan beliau dari tindakan atau pikiran jahat orang-orang yang berinteraksi dgn beliau.

Yang dimaksud shalawat Allah adalah puji-pujian-Nya kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang dimaksud shalawat para malaikat adalah do’a & istighfar. Sedangkan yang dimaksud shalawat dari ummat beliau adalah do’a & mengagungkan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dlm kitab Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin Bab Shalawat Kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
 
Disunnahkan –sebagian ulama mewajibkannya– mengucapkan shalawat & salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap kali menyebut atau disebut nama beliau, yaitu dgn ucapan: “shallallahu ‘alaihi wa sallam” (al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dlm kitab Sifat Shalawat & Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
 
Dalam sebuah riwayat dari Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
“Orang yang bakhil (kikir/pelit) itu ialah orang yang (apabila) namaku disebut disisinya, kemudian ia tak bershalawat kepadaku shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal no. 1736, dgn sanad shahih)

Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali mengatakan bahwa disunnahkan bagi para penulis agar menulis shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara utuh, tak disingkat (seperti SAW, penyingkatan dlm bahasa Indonesia) setiap kali menulis nama beliau.

Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat juga mengatakan dlm kitab Sifat Shalawat & Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa disukai apabila seseorang menulis nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bershalawatlah dgn lisan & tulisan.

Ketahuilah saudariku, shalawat ummat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bentuk dari sebuah do’a. Demikian pula dgn makna salam kita kepada sesama muslim. Dan do’a merupakan bagian dari ibadah. Dan tidaklah ibadah itu akan mendatangkan sesuatu selain pahala dari Allah Jalla wa ‘Ala. Maka apakah kita akan berlaku kikir dlm beribadah dgn menyingkat salam & shalawat, terutama kepada kekasih Allah yang telah mengajarkan kita berbagai ilmu tentang dien ini?.
apakah kita ingin menjadi hamba-hamba-Nya yang lalai dari kesempurnaan dlm beribadah?

KESIMPULAN

kalaupun niatnya baik “TAPI” cara yang digunakan adalah salah, maka tidak lain hasilnya salah. Insya Allah umat muslim tidak mempunyai jiwa bakhil untuk niat dan tujuan yang mulia

Mohon masukan, kritik dan tambahan bila terdapat kekeliruan dalam catatan ini, karena catatan ini dibuat semata-mata tujuan dakwah mengharap keridhoan Allah Azza Wajalla.

Karena kita bersaudara, kita harus saling mengingatkan mana yang benar dan mana yang salah. Karena seluruh kaum muslimin berharap jelasnya kebenaran dan kebatilan.Mengingatkan yang lupa dan memperbaiki yang salah jika diiringi dengan bukti-bukti dan dalil-dalil secara ilmiyah, justru akan mempererat ukhuwah islamiyah. Karena sudah merupakan kodrat manusia untuk berbuat salah dan lupa.

Untuk itu harus ada di tengah mereka saling nasehat-menasehati dengan kebenaran dan kesabaran. Maka -dalam rangka ukhuwah islamiyah- kita wajib mengingatkan kesalahan kaum muslimin dan menjelaskan penyimpangan dan kebid’ahan-kebid’ahan pada zaman sekarang ini dengan berharap semoga Allah menyelamatkan seluruh kaum muslimin dari kesesatan dan penyimpangan.
Wallahu Ta’ala a’lam bish showwab.

muhsin-budiono

Diolah dari sumber berikut :
http://hanifiyah.wordpress.com/2012/04/17/hukum-menyingkat-salam-saw-swt-jzk-bolehkah-kita-menyingkatnya/
http://salafy.web.id/adab-salam-dan-shalawat-memberi-salam-275.htm

*http://muhsinbudiono.wordpress.com/2013/07/02/tolong-jangan-disingkat-lagi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar