Mana mungkin terjadi
Mana mungkin terjalin
Terpadu cinta kita berdua
Mana mungkin terjalin
Terpadu cinta kita berdua
Mana mungkin kudapat
Mana mungkin kau dapat
Diriku dan dirimu menjadi satu
Mana mungkin kau dapat
Diriku dan dirimu menjadi satu
Kau ada yang memiliki
Aku ada yang memiliki
Walau kita masih saling menyayangi
Kau disana, aku disini
Satu rasa dalam hati
Namun hanya kau yang kusayangi
Mungkinkah terjadi
Aku ada yang memiliki
Walau kita masih saling menyayangi
Kau disana, aku disini
Satu rasa dalam hati
Namun hanya kau yang kusayangi
Mungkinkah terjadi
Oo adakah mentari pagi
Datang menyinari diri
Katakanlah haruskah cinta mesti terbagi
Datang menyinari diri
Katakanlah haruskah cinta mesti terbagi
Manakah mungkin kudapat
Manakah mungkin kaudapat
Terpadu cinta kita berdua, ooh
Manakah mungkin kaudapat
Terpadu cinta kita berdua, ooh
Kau ada yang memiliki
Aku ada yang memiliki
Walau kita masih saling menyayangi
Kau disana, aku disini
Satu rasa dalam hati
Namun hanya kau yang kusayangi
Mungkinkah terjadi
Aku ada yang memiliki
Walau kita masih saling menyayangi
Kau disana, aku disini
Satu rasa dalam hati
Namun hanya kau yang kusayangi
Mungkinkah terjadi
Kau ada yang memiliki
Aku ada yang memiliki
Walau kita masih saling menyayangi
Kau disana, aku disini
Satu rasa dalam hati
Namun hanya kau yang kusayangi
Mungkinkah terjadi
Aku ada yang memiliki
Walau kita masih saling menyayangi
Kau disana, aku disini
Satu rasa dalam hati
Namun hanya kau yang kusayangi
Mungkinkah terjadi
Kau ada yang memiliki
Aku ada yang memiliki
Walau kita masih saling menyayangi
Kau disana, aku disini
Satu rasa dalam hati
Namun hanya kau yang kusayangi
Mungkinkah terjadi
Aku ada yang memiliki
Walau kita masih saling menyayangi
Kau disana, aku disini
Satu rasa dalam hati
Namun hanya kau yang kusayangi
Mungkinkah terjadi
Alunan lagu dari Utha Likumahua dan Trie Utami, mengiri sepanjang perjalanan kami berdua. Dia mulai meremas tanganku dengan erat, aku hanya terdiam. Ah, tak terasa titik air mata merentas, aku tak mampu membendung semua perasaan yang terus bergejolak dihatiku.
Laju mobil perlahan mulai menepi, memasuki sebuah villa dipinggiran kota yang sudah kami pesan dan lagu Mungkinkah Terjadi pun usai sudah.
Kami pun mulai memasuki villa yang sudah dipesan, perjalanan panjang membuat sedikit lelah tubuhku tapi dengan kehangatan yang dia berikan padaku rasa lelah itu pun memudar.
Mulai ku rebahkan tubuhku dipembaringan, suasana sekitar yang mulai merambat malam semakin terasa dingin menusuk kulitku. Dia mulai mendekatiku dengan tatapannya yang selalu membuatku teduh berada disampingnya.
Sejenak aku terpaku menatapnya dan ku pejamkan mataku, sebuah kecupan mesra dan hangat terasa menyentuh keningku. Pelukan hangat darinya membuat aku semakin terbuai.
“Perjalanan kita bersama tak terasa dua tahun sudah tapi kita sampai saat ini belum dapat menyelesaikan semua yang terjadi antara mas dan ‘Nu...kadang mas sangat lelah, mengapa kita tidak dapat bersama? Bukankah kita saling mencintai? Mengapa cinta kita mesti ada tembok yang begitu sulit kita hancurkan? Haruskah mas bawa lari ‘Nu? Apakah ‘Nu sanggup untuk meninggalkan semua yang ‘Nu cinta demi mas?”
Pertanyaan dan pernyataan yang mas Dan katakan begitu membuatku semakin tak sanggup untuk membendung tangisku, aku menangis dalam pelukannya yang begitu hangat dan membuat aku tak mampu melepaskan pelukannya.
“Mas Dan...’Nu ngga mungkin berpisah dengan mas...mas membuat ‘Nu kembali bisa menatap masa depan. Kehadiran Mas Dan membuat ‘Nu mampu untuk meraih kehidupan kembali. Mas Dan membuat ‘Nu berharga, ‘Nu mencintai mas Dan tetapi.....”. Isakku tak mampu untuk mengeluarkan semua kata-kataku, semakin erat mas Dan memelukku.
Dada mas Dan selalu sanggup untuk menampung semua tangisku, tangisku akan kehidupan yang kadang menurutku tak adil untukku dan mas Dan. Cinta ini kami lalui dengan begitu penuh liku, tetapi mas Dan masih seorang suami dan aku tak sanggup untuk merebut mas Dan dari istrinya. Mas Dan buatku adalah sosok laki-laki yang mampu membuat aku begitu sangat berharga.
Dengan lembut mas Dan menyentuh rambutku yang terurai, dia kembali mengecup keningku dengan lembut. Pelukan kami semakin hangat, tangisku mulai mereda dan dengan lembut mas Dan mulai menyeka butiran air mata yang mengalir resah dipipiku.
“ ‘Nu...bukankah cinta tak mesti bersatu? Mas, mencintai ‘Nu tetapi bukan berarti harus melukai orang-orang disekitar kita. Alangkah naifnya kita bila cinta yang kita miliki hanya mas dan ‘Nu yang bahagia.. cinta adalah kebersamaan dan buahnya adalah kebahagiaan bersama. Bila cinta kita tidak membuahkan kebahagiaan bersama, apakah pantas cinta itu untuk kita berdua. ‘Nu, mas Dan pun tak sanggup untuk melukai perasaan ‘Nu tapi mas tak mau membawa ‘Nu dalam kebahagiaan yang semu. Mas Dan dan ‘Nu harus mampu untuk memiliki jiwa yang besar bahwa cinta kita saat ini tak mungkin untuk bersatu, tapi sanggupkah kita?”.
Ku dengar degup jantungnya mulai tak beratur, menahan semua rasa yang mulai membuncah, tentang perasaan ketidak pastian dan ketidak jelasan tentang makna kehidupan cinta kami berdua.
Aku mulai tersadar bahwa mas Dan akan mengakhiri ini semua, “Mas Dan, aku hanya meminta mas Dan pun mengerti bahwa aku pun tak sanggup untuk melukai perasaan istri mas Dan. Aku paham mas menginginkan aku untuk tak bersama lagi dengan mas Dan, bukan begitu?”.
Kembali dengan hangat dia memelukku dan aku pun terlena dalam pelukannya. Malam itu begitu membuai asmara kami. Kasih yang tak sampai mungkin ada di depan kami tapi malam itu membuat kami makin terhanyut.
Melihat pertumbuhan dan perkembangan Riska anakku membuat aku sangat bahagia dan suamiku sungguh menyayangi Riska. Aku bahagia memiliki seorang suami yang menerimaku dengan semua kekurangan yang ku miliki. Dia menyayangi Riska.
Bertahun sudah kukubur kisah cinta antara aku dan mas Dan, sejak aku meninggalkan dia dan kembali kepangkuan suamiku yang sangat menyayangiku aku tak pernah lagi mendengar kabar tentang mas Dan.
Siang itu aku dikejutkan oleh bunyi handphone yang ku genggam, pihak sekolah Riska memberitahukan kalau Riska tiba-tiba pingsan saat jam pelajaran olah raga. Rasa khawatir yang menyeruak dalam dadaku, ada apakah dengan Riska?
Riska terlihat pucat sekali, dalam pelukanku dia berkata, “Bunda, Riska ngga mau ninggalin bunda”. Dengan lembut kuusap keningnya yang berkeringat, “Tidak sayang...Riska tidak akan meninggalkan bunda dan bunda akan selalu ada untuk Riska”.
Beberapa hari setelah kejadian itu kondisi Riska mulai membaik dan rasa khawatirku terhadap keadaan Riska berangsur mulai sirna. Riska sudah dapat beraktifitas kembali.
Hari ini aku punya janji dengan dokter yang menangani Riska. Sesampainya di rumah sakit aku, Riska dan mas Kris suamiku sambil menunggu kami bercengkrama, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara yang begitu aku kenal bertahum lalu.
“ ‘Nu...apa kabar? Sejak tadi aku memperhatikan kamu, aku Dan. Masih ingat dengankukan”. Hmmmm...pertanyaan yang konyol dan mengagetkanku. Dengan tergagap aku menjawabnya, “Oh, iya...aku masih ingat mas....aku baik saja perkenalkan ini Riska anakku dan ini mas Kris suamiku”.
Akhirnya kami mengobrol bersama dan sebenarnya aku agak canggung karena pertemuan yang tak terduga ini membuat aku tak siap untuk dengan nyaman berbincang bersama apalagi ada mas Kris suamiku walaupun mas Kris tidak pernah tahu siapa mas Dan.
Mas Dan tugas kedinasannya dipindahkan dari kantor cabang ke kantor pusat yang ada di daerahku dan saat ini dia sedang melakukan tugas untuk memantau kinerja rumah sakit tempat Riska berobat.
Dering telpon membangunkanku, “Hallo, selamat sore dengan ‘Nu?” suara yang amat ku kenal. “Iya, dengan mas Dan?” tanpa ragu aku menebaknya. “Betul, ‘Nu...’Nu aku sedang menuju rumahmu, ada yang harus aku bicarakan denganmu”. Aku bingung, sepertinya tidak ada hal penting yang harus aku bicarakan dengan mas Dan. “Oh..silahkan mas”, akhirnya ku persilahkan mas Dan untuk menemuiku.
Ku siapkan secangkir kopi susu buatanku dan mas Dan selalu menyukai kopi susu hangat yang ku buat. “Silahkan mas Dan, ini secangkir kopi susu yang ku buat untuk mas Dan seperti selalu ku buat untuk mas bertahun lalu”. Aku mencoba membuka pembicaraan kami. “Terima kasih ‘Nu, kopi susumu selalu yang terbaik untukku” dengan penuh antusias mas Dan meminumnya.
“ ‘Nu, kamu pasti tahu mengapa aku datang ke rumahmu dan untuk membicarakan tentang masa lalu kita”. Ucapan mas dan seperti hantaman buatku. “Maksdu mas Dan?”, aku mencoba menenangkan hatiku yang mulai tak menentu. “ ‘Nu, katakan dengan sejujurnya kalau Riska itu anak kita berdua, darah dagingku ‘Nu”. Aku terhenyak dan tak dapat memungkiri itu semua, kemiripan wajah Riska dengan mas Dan tak dapat aku mengelak dengan pertanyaan mas Dan.
“ Benarkah, ‘Nu?”, kembali mas Dan mempertanyakan. Aku terdiam sejenak, “Mas Dan, bila memang Riska anak dari benihmu tidak ada yang bisa merubah dengan hubungan kita. Aku dan suamiku sudah sangat bahagia memiliki Riska dan tak mungkin aku memisahkan kasih kami hanya karena Riska adalah benih dari mas Dan”, aku mencoba membuat pernyataan. “Tetapi seharusnya aku tahu ‘Nu kalau Riska itu benih dariku tetapi mengapa kamu tidak mengatakannya padaku? Bukankah aku berhak untuk tahu?”, Mas Dan mulai tidak dapat menerima pernyataan dariku.
“Baiklah, sekarang aku ingin tahu apa maksud dari semua ini?”, aku mencoba untuk memahami keinginan mas Dan. “Aku ingin kamu kembali denganku, bersama Riska anak kita. Aku masih dan selalu mencintaimu ‘Nu”, mas Dan meminta padaku. “Mas Dan, kemungkinan itu selalu ada tapi aku mohon beri aku waktu agar aku bisa bicara dengan mas Kris sehingga mas Kris menerima semua ini”, aku mencoba menenangkan mas Dan.
Selama proses waktu yang ku minta pada mas Dan agar aku dapat menjelaskan semua keinginan mas Dan pada mas Kris suamiku, aku sering membuat janji dengan mas Dan untuk bertemu dan selalu ku siapkan secangkir kopi susu hangat untuk mas Dan disaat dia menemuiku.
Pagi ini kami berkumpul disebuah pemakaman, pemakaman seseorang yang pernah aku cintai dan begitu dekat denganku. Bersama dengan Riska dan mas Kris, kami bersama menghadiri pemakaman mas Dan.
Aku tertunduk dipusara mas Dan, sebuah ucapan selamat tinggal yang terucap dalam hatiku, “Selamat tinggal mas Dan, maafkan aku. Aku tak pernah ingin melakukan ini semua padamu, aku tak ingin kebahagiaanku, Riska dan mas Kris kau usik begitu saja dengan kehadiranmu. Biarlah rahasia aku dan kamu terkubur dalam di pusaramu”. Ku usap lembut tanah merah yang membasah dan mas Dan terkubur dalam disana.
Satu tahun sudah setelah kepergian mas Dan, dan sejak saat itu aku tak pernah menjadi orang yang bahagia. Bayangan kesalahan selalu menghantuiku, kusiapkan secangkir kopi susu hangat buatanku dan ku teteskan racun dengan dosis yang maksimal untuk dapat ku minum bersama kopi susu buatanku seperti sering aku lakukan pada mas Dan semasa dia masih ada walau yang kusiapkan pada mas Dan berbeda dengan dosis sangat rendah tetapi pelan dan pasti racun itu akan membunuhnya tanpa ada tanda karena itu seperti serangan jantung biasa.
Dengan penuh kepastian ku minum secangkir kopi susu hangat buatanku. Maafkan bunda Riska dan maafkan aku mas Kris, biarlah semua cerita ini terkubur bersama jasadku dan aku terdiam membisu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar