"BBM naik mas, sekarang apa-apa mahal.."
"Kemarin anak pertama saya Dika mau daftar ulang saja sekitar 7 juta, belum lagi 2 adik-nya"
Diatas adalah jiplakan dari curhat pemilik warung dekat kantor. Ibu yang berasal dari Jawa Timur ini yang sudah lama tinggal di Yogyakarta, kini ia dan keluarganya mendirikan usaha warung makan.
Seperti biasa dimana-mana kalau disaat pergantian tahun ajaran baru para orang tua begitu gelisah memikirkan daftar ulang anaknya di sekolah.
Yang kebetulan dalam pergantian tahun ajaran baru ini bertepatan dengan masalah Ekonomi Nasional. Pertama kenaikan BBM, kedua mendekati bulan Ramadhan dan Lebaran.
Klop sudah 3 peristiwa berturut-turut yang orang kecil menjerit-jerit.
Ketika waktu makan diwarung itulah saya bisa merasakan apa yang dirasakan sang Ibu dengan 3 orang anak yang kesemuanya masih dalam usia sekolah. Kalau saya bisa kalkulasi untuk bayar uang sekolah borongan 3 anak tersebut berapa ya? Misal Dika 7 juta, 2 Adiknya 4 juta... seperti sudah cukup buat modal usaha hehe
Itu hanya salah satu keluarga saja, belum lagi keluarga lain loh..
Mahalnya biaya pendidikan ini menjadi tanda tanya besar dibenak saya, kemana alokasi yang di anggarkan pemerintah untuk pendidikan? Sampai-sampai berita heboh di Jakarta buat nebus Ijazah saja 17 juta hingga orang tua murid rela menjual ginjalnya.
Institusi Pendidikan kini seperti menjadi alat untuk berbisnis bukan lagi sebagai alat mencerdaskan anak bangsa. Orang-orang yang sok kaya begitu angkuh mengenyam pendidikan di dengan biaya Mahal.
Saya jadi teringat sebuah obrolan dengan Ibu-ibu pengajian yang kebetulan dia menjadi tetangga seorang tokoh masyarakat sebutlah dengan nama Bpk. R , dia menceritakan kurang lebih begini,
"Saya masih ingat awal berdirinya sekolah X yang terkenal bertaraf Internasional itu dan sekarang cabangnya dimana-mana. Dulu warga dan ibu-ibu pengajian di kumpulkan oleh Bpk. R, beliau menggagas ingin mendirikan sekolah khusus untuk anak miskin dan yatim piatu. Sekolah gratis tanpa bayar sepeserpun.
Program awalnya adalah warga dianjurkan untuk infaq rutin bulanan dan kalau ada salah satu keluarga warga sekitar bisa dimasukkan ke sekolah X.
Kami sangat antusias sekali dengan program ini...
Tapi sekarang sudah berubah 180 derajat, sekolah tersebut yang masuk bukannya anak-anak miskin dan yatim piatu tapi anak-anak orang kaya. Kalau ada anak yatim piatu daftar di sekolah di tolak..."
Saya mendengar penuturan sang Ibu begitu tertegun, kok bisa ya?
Sekarang banyak yayasan sosial mendirikan sekolah-sekolah, jika tidak laku mereka memberi embel-embel "biaya gratis" "beasiswa penuh"
Oh Indonesia masyarakat yang begitu Angkuh di negeri sendiri.
"Kemarin anak pertama saya Dika mau daftar ulang saja sekitar 7 juta, belum lagi 2 adik-nya"
Diatas adalah jiplakan dari curhat pemilik warung dekat kantor. Ibu yang berasal dari Jawa Timur ini yang sudah lama tinggal di Yogyakarta, kini ia dan keluarganya mendirikan usaha warung makan.
Seperti biasa dimana-mana kalau disaat pergantian tahun ajaran baru para orang tua begitu gelisah memikirkan daftar ulang anaknya di sekolah.
Yang kebetulan dalam pergantian tahun ajaran baru ini bertepatan dengan masalah Ekonomi Nasional. Pertama kenaikan BBM, kedua mendekati bulan Ramadhan dan Lebaran.
Klop sudah 3 peristiwa berturut-turut yang orang kecil menjerit-jerit.
Ketika waktu makan diwarung itulah saya bisa merasakan apa yang dirasakan sang Ibu dengan 3 orang anak yang kesemuanya masih dalam usia sekolah. Kalau saya bisa kalkulasi untuk bayar uang sekolah borongan 3 anak tersebut berapa ya? Misal Dika 7 juta, 2 Adiknya 4 juta... seperti sudah cukup buat modal usaha hehe
Itu hanya salah satu keluarga saja, belum lagi keluarga lain loh..
Mahalnya biaya pendidikan ini menjadi tanda tanya besar dibenak saya, kemana alokasi yang di anggarkan pemerintah untuk pendidikan? Sampai-sampai berita heboh di Jakarta buat nebus Ijazah saja 17 juta hingga orang tua murid rela menjual ginjalnya.
Sumber gambar: Detik.com |
Institusi Pendidikan kini seperti menjadi alat untuk berbisnis bukan lagi sebagai alat mencerdaskan anak bangsa. Orang-orang yang sok kaya begitu angkuh mengenyam pendidikan di dengan biaya Mahal.
Saya jadi teringat sebuah obrolan dengan Ibu-ibu pengajian yang kebetulan dia menjadi tetangga seorang tokoh masyarakat sebutlah dengan nama Bpk. R , dia menceritakan kurang lebih begini,
"Saya masih ingat awal berdirinya sekolah X yang terkenal bertaraf Internasional itu dan sekarang cabangnya dimana-mana. Dulu warga dan ibu-ibu pengajian di kumpulkan oleh Bpk. R, beliau menggagas ingin mendirikan sekolah khusus untuk anak miskin dan yatim piatu. Sekolah gratis tanpa bayar sepeserpun.
Program awalnya adalah warga dianjurkan untuk infaq rutin bulanan dan kalau ada salah satu keluarga warga sekitar bisa dimasukkan ke sekolah X.
Kami sangat antusias sekali dengan program ini...
Tapi sekarang sudah berubah 180 derajat, sekolah tersebut yang masuk bukannya anak-anak miskin dan yatim piatu tapi anak-anak orang kaya. Kalau ada anak yatim piatu daftar di sekolah di tolak..."
Saya mendengar penuturan sang Ibu begitu tertegun, kok bisa ya?
Sekarang banyak yayasan sosial mendirikan sekolah-sekolah, jika tidak laku mereka memberi embel-embel "biaya gratis" "beasiswa penuh"
Oh Indonesia masyarakat yang begitu Angkuh di negeri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar