Ilustrasi. (Foto: kanald.ro) |
Ya, memang ganteng dan cantik itu relatif, mungkin kebanyakan orang melihatnya dari fisik saja. Tapi yang dimaksud di sini adalah lebih dari itu, ia bisa dilihat dari daya pikatnya melalui sisi keilmuan ataupun dari sisi kemampuannya melebihi yang lain.
Lucunya, entah kenapa banyak yang cemburu dan bertindak di luar nalar jika ia salah dalam bertindak dan melangkah.
Terlepas dari itu semua, tahukah Anda bahwa di balik itu tersimpan suatu potensi yang dapat menjerumuskan kita ke dalam dosa besar?
Banyak dosa besar yang berpotensi muncul di balik ketampanan dan kecantikan. Dua di antaranya sombong dan riya.
Sombong
Sombong adalah kondisi seseorang saat ia merasa lain dari yang lain sebagai pengaruh dari ujub, bangga terhadap diri sendiri, yaitu adanya anggapan bahwa dirinya lebih tinggi dan besar daripada selainnya.
Allah Swt. tidak menyukai orang-orang yang sombong, Dia menegaskannya dalam firman-Nya berikut:
“Dan, janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia “mlengos” (karena sombong), dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh” (Lukman (31): 18).
Kemudian Rasulullah SAW mengartikan sombong dengan kata “Al-Kibru”, menolak kebenaran dan meremehkan manusia (HR. Muslim).
Selain itu, sombong juga didefinisikan sebagai keadaan seseorang yang merasa bangga atas dirinya sendiri atau memandang dirinya lebih besar daripada orang lain. Sedangkan, kesombongan yang paling parah adalah sombong terhadap Rabb-nya dengan menolak kebenaran dan angkuh untuk tunduk kepada-Nya, baik berupa ketaatan ataupun mengesakan-Nya. (Fathul Bari 10/601).
Di hadits yang lain, seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw., “Ada seorang laki-laki yang suka memakai pakaian dan sandal yang bagus. Apakah ini termasuk kesombongan?”
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, Allah adalah Dzat Yang Maha Indah, dan Dia menyukai keindahan. Adapun yang dimaksud dengan sombong ialah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Menurut Imam Al-Ghazali, secara umum penyebab orang berlaku sombong ada dua, yakni karena agama (ilmu dan amal) serta arena dunia (nasab, harta, kecantikan/ketampanan, kekuatan dan pengikut).
Walaupun setiap orang memiliki potensi bersifat sombong, tetap saja ada perbedaan besar antara orang yang sombong dan tidak sombong. Perbedaan ini dikarenakan adanya sifat tawadhu (rendah hati) yang mengalahkan sifat sombong tersebut.
Diperlukan kesadaran, agar rasa sombong yang ada dalam hati itu terkikis, bahkan tercabut hingga akar-akarnya, tidak sepatutnya kita bersombong diri dengan menganggap diri kita paling hebat daripada yang lain, apalagi menganggap diri sendiri lebih ganteng dan cantik ketimbang orang lain. Sebab perbuatan semacam ini akan menjerumuskan kita ke dalam dosa besar. Na’udzubillah.
Riya
Riya menurut syariat adalah mengerjakan ibadah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt., tetapi ditujukan untuk sesuatu yang bersifat duniawi.
Dalam hal ini, Allah telah mengingatkan dalam kitab suci-Nya yang mulia tentang larangan berbuat riya:
“Dan, (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia” (An-Nisaa (4): 38).
“Dan, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia, serta menghalangi (orang) dari jalan Allah.” (Al-Anfaal (8): 47).
Rasulullah SAW bersabda, “Perkara yang amat kutakutkan atas kalian adalah syirik ashghar (syirik kecil), yaitu riya.” (HR. Ahmad).
Di hadits lain, Jundab bin Abdillah Ra. Berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa pun yang niatnya ingin didengar orang, maka Allah Swt. akan membongkar niatnya itu pada hari kiamat. Dan, siapa pun yang niatnya supaya dilihat orang, maka Allah Swt. akan membongkar niatnya itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Secara umum, riya dapat muncul di dalam diri seseorang karena tiga hal, yakni senang terhadap pujian dan sanjungan, menghindari celaan, serta mengharapkan kedudukan di hati orang lain.
Ketiga hal inilah yang memicu tumbuh suburnya penyakit riya di dalam hati dan menggerogoti jiwa manusia. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa riya merupakan penyakit kronis yang mengendap di dalam jiwa seseorang, yang sulit dihindarkan dan dihilangkan, kecuali bagi orang yang betul-betul mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah Swt.
Penyakit ini mampu menyusup ke dalam semua amal perbuatan dan membatalkannya, karena penyakit itu sangat tersembunyi dan lebih halus daripada rambatan semut, serta tidak seorang pun yang dapat mendeteksinya. Hal ini termasuk jebakan setan yang paling besar dan berbahaya, yang berupaya terus-menerus memalingkan para hamba-Nya yang mukhlisin.
Pada mulanya, amal shalih adalah oase dan lampu yang menerangi kegelapan, sekaligus surga indah yang memiliki aroma dan keteduhan, kebaikan dan keberkahan, serta zakat dan pembersihan. Orang yang menginginkan surga ini, kemudian melakukan riya, maka riya itu meleburnya seolah-olah sebelumnya tidak pernah ada. Maka dari itu, penyakit riya sebaiknya diwaspadai agar tidak muncul di dalam hati kita.
Kontemplasi diri
Sudah selayaknya bagi kita untuk membersihkan dan menata ulang kembali hati dan jiwa yang kotor lagi penuh dosa ini.
Ada banyak cara, di antaranya dengan rajin membaca Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an adalah penawar dari segala macam penyakit hati. Dan yang kedua adalah selalu meminta ampun kepada Allah Swt. serta berdoa agar terhindar dari sifat-sifat tercela tersebut, salah satu doanya adalah:
اللهم إنا نعوذ بك من الكبر والعجب والريا والسمعة
(Ya Allah kami berlindung dari sifat-sifat tercela; sombong, membanggakan diri, riya dan sum’ah (ingin dilihat dan didengar orang lain)).Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar