Rabu, 31 Oktober 2012

"Leuwi Deumdeum"


Siang itu Ki Deumdeum baru pulang dari ladangnya dan siap-siap untuk makan siang…
Di meja makan sudah tersedia hidangan kesukaan Ki Deumdeum…
“Nyai, hayu urang dahar babareungan…” (Nyai, mari kita makan bersama-sama).
“Mangga, Ki..abdi bade ka leuwi…”. (silahkan, Ki saya mau ke sungai).
“Eh, naha tumben beurang-beurang kieu ka leuwi..” (Kok, tumben siang-siang begini ke sungai).
” Seueur kukumbahan, Ki..”. (banyak yang harus dicuci,Ki).
“Oh, sok mangga atuh..”
Lalu Nyi Deumdeum istri Ki Deumdeum siap-siap akan ke sungai dengan membawa tikar dan ada buntalan besar yang dibungkus tikar didalamnya.
Tiba-tiba  Ki Deumdeum ingat sesuatu…
“Nyi, sakeudap..ari si Jambul kamana?” ( Nyi sebentar, kalau si Jambul kemana).
Sambil agak terkejut Nyi Deumdeum menjawab…
“duka Ki, da titadi oge abdi teu ningali..” (tidak tahu Ki, karena dari tadi juga saya tidak melihatnya).
“Naha tumben pisan eta si Jambul da biasana oge mun Ki datang tos ngantosan hareupeun panto hareup imah..” (mengapa ya kok tidak biasanya si Jambul tidak ada, biasanya dia sudah nunggu Ki didepan pintu rumah).
“Ah, duka teuing…” (ah, ngga tahu ya). Nyai Deumdeum menjawab sambil terburu-buru hendak keluar.
Tiba-tiba Ki Deumdeum kaget..
“Nyai, eta naon dina samak jiga aya geutih ngaracak kitu..” (Nyai, itu apa didalam tikar seperti ada darah yang menetes).
Nyai Deumdeum kaget dan agak bingung untuk menjawabnya..
“Ah, lain naon-naon Ki..” (ah, buka apa-apa,Ki). Nyai deumdeum tergopoh-gopoh dan panik, karena paniknya dia tidak memperhatikan buntalan dalam tikar yang dia bawa, tiba-tiba…
“Astaga..nyai eta suku saha?”.. (Astaga, nyai itu kaki siapa?), Ki Deumdeum sambil meloncat mengambil kaki kecil yang keluar dari buntalan tikar yang dibawa Nyai Deumdeum.
Nyai Deumdeum terkesiap dan hanya terdiam..Ki deumdeum langsung menarik buntalan yang ada ditangan Nyai Deumdeum.
Ki Deumdeum langsung membuka buntalan itu dan apa yang dia lihat diluar apa yang dia perkirakan, ada beberapa potongan tubuh manusia yang amat dia kenali, si Jambul anaknya yang sangat dia sayangi sudah terpotong-potong menjadi beberapa bagian, yang paling dia kenali adalah Jambul atau rambut yang menjadi ciri khas anaknya.
Tak henti-hentinya Ki Deumdeum menangis dan menangisi anaknya yang sudah tiada, entah apa yang ada dalam pikiran Ki Deumdeum dia langsung menyeret istrinya. Dia tarik rambut istrinya dan istrinya menjeri-jerit mohon ampun atas apa yang sudah dia lakukan terhadap si Jambul anak tirinya.
Sepanjang  jalan Nyai Deumdeum terus meronta-ronta sambil berteriak minta ampun dan minta tolong tapi tidak mungkin ada yang mendengar karena rumah Ki Deumdeum jauh berada dipinggiran hutan.
Ki Deumdeum terus menyeret tubuh Nyai Deumdeum tanpa mendengarkan lagi teriakan minta ampun Nyai Deumdeum, Ki Deumdeum menyeret istrinya ke sungai atau leuwi yang  jauh masuk ke dalam hutan…
Sesampainya di sungai atau leuwi dia langsung mengikat tubuh istrinya dengan ikatan yang kuat dan tubuh istrinya dibanduli batu-batu besar diikat sekaligus dengan tubuh istrinya, lalu dia tenggelamkan istrinya ke bagian leuwi yang dalam tanpa ampun dan perasaan. Ki Deumdeum sudah tidak memperdulikan lagi permohonan maaf dan teriakan dari istrinya…
Hari sudah menjelang malam ketika Ki Deumdeum kembali ke rumahnya, lalu dia bersihkan dan mandikan anaknya, lalu dia menguburkan anak semata wayangnya dari hasil pernikahan istri pertamanya yang sudah lama meninggal dan kemudian menikah lagi dengan harapan ada yang bisa mengasuh dan mendidik anaknya.
BEBERAPA WAKTU KEMUDIAN….
Aktifitas Ki Deumdeum masih tetap berjalan seperti biasanya, dia pergi ke ladangnya…
suatu hari masyarakat hanya menemukan caping Ki Deumdeum di tengah ladangnya dan sejak itu tidak ada yang tahu kemana perginya Ki Deumdeum…
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN…
Masyarakat sudah mulai lupa akan hilanya Ki Deumdeum, anaknya dan istrinya, tapi suatu malam masyarakat digegerkan dengan datangnya Ki Deumdeum ke rumah-rumah penduduk sambil menunggangi kuda kesayangannya dan tetap dengan caping di kepalanya serta menanyakan keberadaan anaknya si Jambul…tapi wujud Ki Deumdeum tersebut setelah menanyakan keberadaan anaknya dan penduduk yang ditanya menjawab bahwa mereka tidak tahu akan keberadaan anaknya, Ki Deumdeum langsung menghilang dan akan kembali lagi pada malam berikutnya.
Kehebohanpun nyaris berlangsung setiap malam, bahwa Ki Deumdeum selalu datang tetapi kembali menghilang, akhirnya membuat seorang Kiyai daerah setempat tergerak untuk mengetahui apa yang terjadi.
Dengan kemampuan yang dimilikinya akhirnya Kyai itu dapat berkomunikasi dengan Ki Deumdeum, Ki Deumdeum menceritakan semua kisahnya dan meminta Kyai tersebut untuk menyempurnakan jasad anaknya agar dikuburkan dengan layak serta memohon untuk mengambil jasad Nyai Deumdeum istrinya ditempat ia tenggelamkan, tapi Ki Deumdeum sendiri tidak menceritakan apa yang terjadi pada dirinya.
Siang itu masyarakat bersama-sama untuk mencari jasad si Jambul dan Nyai Deumdeum dan setelah ditemukan lalu menguburkannya dengan layak.
Sejak saat itu Ki Deumdeum tidak pernah muncul lagi untuk menanyakan keberadaan anaknya walau kadang datang hanya suara ringkikan kuda atau suara derap kaki kuda.
Sungai yang selama ini menjadi bagian untuk aktifitas sehari-hari penduduk setempat sudah tidak dikunjungi lagi karena rasa takut masyarakat akan peristiwa kematian Nyai Deumdeum dan sejak saat itu masyarakat setempat menamakan sungai itu dengan "Leuwi deumdeum".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar