Minggu, 22 September 2013

Di Balik Berita “Jihad Seks” Wanitia Tunisia ke Suriah

di balik berita jihad seks - ilustrasi
Akhir pekan ini sejumlah situs nasional seperti Tempo dan Merdeka merilis berita adanya gerakan “jihad seks” wanita-wanita Tunisia ke Suriah. Menurut berita itu, mengutip Menteri Dalam Negeri Tunisia Lotfi Bin Jeddo, wanita-wanita tersebut datang ke Suriah untuk ‘menghibur’ pejuang oposisi. Setelah berhubungan dengan 20, 30, atau 100 laki-laki, mereka kembali ke Tunisia dalam kondisi hamil.

Jika berita ini benar, maka ini menjadi tamparan keras bagi pejuang oposisi yang tengah berusaha menggulingkan rezim diktator Basyar Assad. Padahal selama ini, aliran syiah yang dianut Assad-lah yang mengenal konsep nikah mut’ah (kawin kontrak). Lalu, benarkah berita ini? Mari kita lihat.

Sumber Berita
Berita “jihad seks” ini, baik yang dirilis Tempo maupun Merdeka, keduanya bersumber dari sumber yang sama yakni Al Arabiya. Istilah “jihad seks” juga dikenalkan oleh Al Arabiya sejak beberapa bulan yang lalu. Bahkan, media ini membuat label “jihad seks” sebagai salah satu topik.

Al Arabiya yang dikenal sebagai perpanjangan tangan kerajaan Arab Saudi, memiliki ‘kebijakan’ yang sehaluan dengan rezim kerajaan. Dari berita-berita sebelumnya diketahui bahwa Al Arabiya kerap kontra terhadap gerakan revolusi yang menggulingkan pemerintahan, terlebih gerakan jihad seperti Al Qaida. Seperti halnya pemerintah Arab Saudi, Al Arabiya juga tidak menyukai gerakan Ikhwanul Muslimin sehingga pemberitaan tentang gerakan ini cenderung bernada negatif. Di Suriah, dua kelompok utama pejuang oposisi yang tengah melawan rezim Basyar Assad berasal dari dua gerakan yang dibenci tersebut. Jabhan Nusrah, Batalyon Yarmouk dan sejenisnya berafiliasi ke Al Qaida. Sedangkan FSA disinyalir berafiliasi kepada Ikhwanul Muslimin. Dari sini terlihatlah benang merah, bahwa suksesnya isu “jihad seks” akan merusak reputasi pejuang oposisi dan reputasi jihad.

Isu “Jihad Seks” Pernah Diujicobakan kepada Ikhwan
Bukan kali ini saja Al Arabiya mengembangkan isu tentang “jihad seks”. Sebelumnya, isu ini pernah diujicobakan untuk menghantam Ikhwanul Muslimin, tepatnya pada 13 Juli lalu. Judulnya juga cukup provokatif: “Demonstran pro Mursi tengah menunggu sinyal untuk ‘jihad seks’”. Namun, isu itu gagal. Ikhwanul Muslimin terlalu “kokoh” untuk dihantam dengan isu murahan semacam itu, dan tidak ada orang Mesir yang mempercayainya.

Rekam jejak berita palsu Al Arabiya
Al Arabiya mungkin masih dipercaya banyak orang Arab dalam banyak segmen berita. Tetapi dalam kaitannya dengan politik serta menyikapi gerakan dakwah dan jihad, media ini memiliki rekam jejak yang buruk. Dalam soal Mesir, Al Arabiya menyajikan berita-berita yang pro kudeta, bertolak belakang dengan Al Jazeera yang lebih terpercaya.

Selain kerap menyimpangkan berita soal Ikhwanul Muslimin, Al Arabiya juga pernah membuat berita palsu soal Hamas di Palestina. Akibat berita palsu yang menyebutkan Hamas memberikan bantuan ‘keamanan’ kepada Mesir ini dan kampanye negatif yang dilakukannya, Jaksa Agung memutuskan menutup kantor Al Arabiya itu di Gaza.

Sangat mungkin bahwa isu “jihad seks” kali ini juga berita palsu. Dan anehnya, dalam merilis berita ini Al Arabiya tidak mengutip media terpercaya dari dalam neger Tunisia sama sekali.

Perang Isu
Lepas dari benar tidaknya adanya wanita Tunisa yang menjadi “penghibur” oposisi di Suriah, jelas bahwa istilah “jihad seks” merupakan perang isu dan upaya memberikan stigma negatif kepada jihad di Suriah yang selama ini memiliki reputasi cukup bagus. Mengapa tidak memakai istilah prostitusi atau yang sejenis? Mengapa memakai kata jihad?

Ayat 32 dari surat At Taubah mengingatkan kita: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka...”

Wallahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]
 
Sumber : http://www.bersamadakwah.com/2013/09/di-balik-berita-jihad-seks-wanitia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar