Senin, 02 September 2013

Si Bodoh Dengan Secangkir Kopi Pahit Dan Kudapan PP No. 17 Tahun 2010


Ketika Saya (Si Bodoh) Bicara Tentang PP Nomor 17 Tahun 2010 Dan PP Nomor 66 Tahun 2010 Atas Perubahan PP Nomor 17 Tahun 2010.

Di warung kopi dipinggiran jalan berbatu, becek dan berlubang daerah perbatasan pinggiran desa yang penuh dengan abu bila musim kemarau tiba dan jalanan berlubang dipenuhi dengan lumpur bila musim penghujan tiba.

Saat bicara tentang PP Nomor 17 Tahun 2010 Dan PP Nomor 66 Tahun 2010 Atas Perubahan PP Nomor 17 Tahun 2010 sambil sesekali menyeruput kopi manis di warung yang beratapkan rumbia.

Saya (si Bodoh) terkesima dengan :

Bagian Ketiga
Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi
Pasal 17
Gubernur bertanggung jawab mengelola sistem
pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan
menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai
kewenangannya.
Pasal 18
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 merupakan penjabaran dari
kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:
a. rencana pembangunan jangka panjang provinsi;
b. rencana pembangunan jangka menengah
provinsi;
c. rencana strategis pendidikan provinsi;
d. rencana kerja pemerintah provinsi;
e. rencana kerja dan anggaran tahunan provinsi;
f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
g. peraturan gubernur di bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan
pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah provinsi;
b. pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang
bersangkutan;
c. penyelenggara pendidikan yang didirikan
masyarakat di provinsi yang bersangkutan;
d. satuan atau program pendidikan di provinsi
yang bersangkutan;
e. dewan pendidikan di provinsi yang
bersangkutan;
f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di
provinsi yang bersangkutan;
g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan;
h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang
bersangkutan;
i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi
yang bersangkutan;
j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan
k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di
provinsi yang bersangkutan.
(4) Pemerintah provinsi mengalokasikan anggaran
pendidikan agar sistem pendidikan nasional di
provinsi yang bersangkutan dapat dilaksanakan
secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan
kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Pasal 19
Pemerintah provinsi mengarahkan, membimbing,
menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau,
mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara,
satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di provinsi
yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
Pasal 20
(1) Gubernur menetapkan target tingkat partisipasi
pendidikan pada semua jenjang dan jenis
pendidikan yang harus dicapai pada tingkat
provinsi.
(2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur
pendidikan formal dan nonformal.
 (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemerintah provinsi mengutamakan perluasan dan
pemerataan akses pendidikan melalui jalur
pendidikan formal.
Pasal 21
(1) Gubernur menetapkan target tingkat pemerataan
partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi yang
meliputi:
a. antarkabupaten;
b. antarkota;
c. antara kabupaten dan kota; dan
d. antara laki-laki dan perempuan.
Pasal 22
Gubernur melaksanakan dan mengoordinasikan
pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang
pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Pemerintah provinsi melakukan dan/atau
memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di
daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan
nasional pendidikan dan Standar Nasional
Pendidikan.
 (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi
berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis
Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan
mutu pendidikan.
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
provinsi mengoordinasikan dan memfasilitasi:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
Pasal 26
Gubernur menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan
untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas
pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah provinsi;
b. pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang
bersangkutan;
c. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat
di provinsi yang bersangkutan;
d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang
bersangkutan;
e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan;
f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di
provinsi yang bersangkutan;
g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan;
h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang
bersangkutan;
i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang
bersangkutan;
j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan
k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi
yang bersangkutan.

Kebijakan SLB di Jawa Barat ini lebih berpijak pada kebijakan pada pemerintah provinsinya, dari seluruh komponen dalam satuan pendidikan. Saya bertanya dari sisi manakah Gubernur tidak dapat memfasilitasi Non PNS (Usia 35 keatas) di SLB swasta yang ada di Jawa Barat untuk mengikuti Tes CPNS bila ternyata Gubernur dapat memberikan kebijakan yang sudah jelas diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2010.

Bila berkehendak membela dan membuat kebijakan atas keberadaan guru-guru non pns yang ada di SLB swasta di Jawa Barat dan jelas mengabdi belasan bahkan puluhan tahun lamanya, saya si Bodoh berargumen bahwa PASTI BISA!.

Gubernur bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya. Jadi selama ini kemanakah kebijakan yang berpihak pada guru-guru non PNS di SLB swasta Jawa Barat karena ternyata yang membuat kebijakannyapun tidak berpijak pada kebijakan jeritan para pendidik non PNS SLB swasta di Jawa Barat.

Saya (Si Bodoh), kembali bertanya Apakah Gubernur Jawa Barat belum tahu bahwa perkembangan SLB di provinsi Jawa Barat berkembang dengan adanya SLB swasta dan di SLB swasta tersebut banyak terdapat guru-guru non PNS yang berjuang bersama untuk kemajuan pendidikan khusus dan layanan khusus di Jawa Barat?

Ah...tak mungkinlah seorang gubernur belum tahu itu semua, bukankah seorang gubernur harus paham akan daerahnya? Saya (Si Bodoh) kembali bergumam dengan kebodohannya.

Naifnya saya (Si Bodoh) masih terus bertanya, bukankah kebijakan untuk pendidik dan tenaga kependidikannyapun ada atas kebijakan gubernur?

Meratap, saya (Si Bodoh) melihat kenyataan yang berujung tak jelasnya nasib para guru non PNS di SLB Swasta Jawa Barat. Mereka meradang dalam ketidak pastian, haruskah kami berteriak bahwa Kami ada, kami hadir dan berkarya serta peran serta kami dalam memberi warna Pendidikan khusus dan layanan khusus di Jawa Barat.

Kopi pahit sudah mulai habis dari gelasnya, saya (Si Bodoh) mulai jenuh dengan pembicaraan tentang Peraturan Pemerintah. Kembali saya (Si Bodoh) menghitung recehan dari balik saku bajunya untuk membayar Rp 2.000,- harga sebuah kopi pahit yang semakin pahit bila mengingat kembali pembicaraan diatas.

Renungan Saya (Si Bodoh)....
Tuhan, berilah kami seorang pemimpin yang mendengarkan cerita kami dibalik ruang-ruang kelas yang ramai dengan canda dan gembiranya peserta didik di kelas-kelas SLB swasta Jawa Barat.
Kami ingin bercerita bahwa indahnya memberikan layanan pada peserta didik kami di SLB swasta Jawa Barat.
Disana ada cerita tentang K2 (kategori 2) yang tak selesai kami bahas karena kokohnya birokrasi yang membuat kami terhempas dalam ketidak pastian menentukan perjuangan kami selanjutnya.
Adanya cerita cinta tentang kasih tak sampai untuk mendapatkan kesempatan dalam usia yang melebihi ambang dari ketentuan kebijakan pemerintah dengan batas usia 35 tahun untuk mengikuti tes CPNS.
Parungpanjang, 2 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar