Istigfar, apabila dakwah kita selama ini sering diselingi dengan keluh kesah. Istigfar, bila orientasi kerja kita masih keliru, sehingga akhirnya hanya lelah yang kita tumpu. Istigfar, jika ternyata kita termasuk aktivis dakwah yang beramal seadanya, mengada-ada, atau ada-ada saja.
Saudaraku, semoga hati kita bergetar karena-Nya. Semoga istigfar tadi dapat membuka hati kita, yang selama ini membeku, tertutup oleh kelelahan dan kelemahan. Lelah karena lupa pada-Nya. Lemah karena tidak menyertakan-Nya pada setiap amal kita.
Jika lelah, tidak ada salahnya kita beristirahat, Saudaraku. Meski sejenak, beristirahatlah. Karena dengan beristirahat, kita bisa tahu bagian mana yang lelah, bagian mana yang salah. Dengan beristirahat, kita dapat mengumpulkan tenaga untuk berlari kembali. Istirahatlah, Saudaraku. Sejenak saja. Sisakan waktu untuk tubuhmu tenang. Sementara biarkan otakmu me-review apa saja yang telah kita lakukan selama ini. Dan tanyakan: Mengapa kita melakukan semua itu? Apa yang membuat kita bertahan hingga sejauh ini? Dan biarkan jiwamu menyelami makna dari setiap jengkal perjuangan yang telah kita lakukan.
Adakah yang terlupa, Saudaraku? Tentang nikmat yang lupa untuk kita syukuri. Tentang amal kecil yang belum kita jalani. Atau, adakah yang terlewat? Tentang dosa-dosa kecil yang kita remehkan. Tentang kelemahan yang tak kunjung dikuatkan. Sehingga pondasi dakwah kita keropos, tergerus oleh waktu dan nafsu. Sehingga amanah tak ubahnya tongkat estafet, meski berpindah namun tak berubah. Tak berkah. Sampai kapan kita tejebak dalam siklus stagnan ini, Saudaraku?
Mari kita beristirahat. Sejenak saja. Tak perlu waktu lama. Seperti yang dilakukan salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga. Karena kebiasaannya ketika sebelum tidur mengistirahatkan egonya, mengistirahatkan nafsunya, mengistirahatkan kealpaan dan kelemahannya dalam sehari itu. Ia istirahatkan semuanya dalam tetes air mata. Penuh sesal atas dosa.
Dan bukankah itu pula yang menyebabkan sahabat yang lain juga dijamin masuk surga? Karena setiap hari ia terbiasa mengistirahatkan kesedihannya, mengistirahatkan kemarahannya, mengistirahatkan bayang dan prasangkanya terhadap orang lain. Sehingga dalam sehari, sebelum tidur, ia selalu memaafkan orang yang telah membuat hatinya terluka. Juga membersihkan hatinya terhadap iri dengki, apabila orang lain mendapat rezeki melebihi dirinya.
Saudaraku, tetaplah kuat. Jangan biarkan diri kita lemah dan terjerumus dalam kungkungan kesedihan. Namun jangan pula jadikan sebuah amanah sebagai kambing hitam atas ketidakmampuan kita untuk tawazun di amanah-amanah lainnya.
Ingatlah, kekuatan dakwah bukan terletak pada ramainya seremonial atau besarnya sebuah acara. Bukan pula pada banyaknya agenda yang kita lakukan. Tapi, kekuatan dakwah terletak pada sebuah kesederhanaan, yang terpancar di setiap pribadi para pelaku dakwahnya, para aktivis dakwahnya. Karena menjadi sederhana itu kuat, Saudaraku.
Apabila yang lain telah menjauh dan terbentur dengan kedustaan dan kemalasan, tetaplah berada pada kesederhanaan. Karena kesedernahaan itu terwujud sebagai sebuah amal yang jujur, tidak banyak alasan. Kesederhanaan juga terpancar pada kesabaran, tanpa banyak keluhan. Dan kesederhanaan tentunya lahir dari sebuah kesadaran. Sadar untuk menjaga keikhlasan dalam niat. Sadar untuk tetap komitmen dalam dakwah. Sadar untuk terus istiqomah, meski yang lain sudah berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar