Senin, 14 Januari 2013

Dua Paha dan Satu Dada



Ramadhan bertahun lalu.....

“Bun,...kok kita ngga bikin ketupat ama opor ayam sih...” rengek anak-anakku.
“Maafkan bunda nak,  ketupat dan opor ayam kita belum bunda ambil di rumah nenek”, hiburku pada mereka.
“Oh,...nenek yang buatkan opor dan ketupat kita”, senyum mereka penuh harap.
“Nak,..tunggu bunda ya sayang...sebentar bunda ambil ketupat dan opor ayamnya. Tunggu di rumah dan jangan kemana-mana”. Pintaku pada mereka.
“Baik, bunda....”. serempak mereka menjawabnya.
Gema takbir semakin bersahutan dan aku berjalan dibawah gerims dengan kaki telanjangku, entah kemana aku tuju...dan ku ikuti langkah kakiku.
Gema takbir semakin syahdu terdengar ditelingaku, aku menangis. Ya Robb, elegi kehidupan apa yang saat ini kau berikan padaku. Aku menangis bukan karena baju baru dan sepatu baru yang tak dapat ku beli tapi ketupat dan sayur oporpun tak mampu ku suguhkan untuk anak-anakku, sekedar merasakan nikmatnya makanan yang jarang kami santap setiap hari.
Ku percepat langkahku, berharap ada sedikit hati untuk berpaling pada anak-anakku. Ku susun semua langkaku, ku susun semua kata-kataku melewati derai hujan yang semakin membasahi tubuhku. Dingin menusuk melewati pori-pori tubuhku, bukan dingin ini yang membuat tubuhku mengigil tapi perasaan dan kekuatan yang ku coba rangkai menjadi satu untuk bisa merangkai sebuah pengharapan.
Ah...kutatap mereka berdua dengan kedua mataku yang menangis karena rintihan kalbu. Haruskah aku memutus bahagia mereka? Pada dua sejoli yang sedang memadu kasih di teras rumah asri bercat ungu?
Lihat...tangan manisnya memeluk erat dia. Dia yang seharusnya ada disampingku dan anak-anakku dimalam penuh berkah ini. Apakah ini keberkahan yang KAU beri untukku, ya Robb? Tanyaku pada Yang Maha pengasih.
Ku tepis semua asa dan pengharapan untuk dia, agar bisa melihat bahwa aku dan anak-anaknya membutuhkan dia ada disamping kami.
Berjalan di derai hujan dengan bertelanjang kaki, kuyup tubuhkan tak ku hiraukan. Aku harus kembali pada anak-anakku.
“Bunda,...mana ketupat dan opor ayamnya?”. Tanya pengharapan mereka.
“Maaf, sayang...neneknya lagi pergi. Insyallah nanti diantar”. Jawabku dalam tangis.
“Bener ya, bun...”. semakin penuh harap.
“Iya, sayang....tunggu sebentar ya”. Semakin dalam tangisku.
Ku basuh tubuhku dan ku ambil air wudhu, lalu memohon pada Yang Maha Pemberi.
“Ya Robb, tak ku pinta banyak pada malam ini. Aku hanya meminta ketupat sedikit dan opor ayam untuk anak-anakku. Tak apa dia tak ada disamping kami tapi tolong Kau hibur anak-anakku dengan ketupat dan opor ayam walau sedikit”. Aku meminta pada Robb-ku dan sangat yakin Robb-ku pasti mengabulkannya.
“Bunda, ada tamu...”. teriak anak-anakku
Aku terbangun dari doa dan derai air mata. Subhanallah, ada ketupat, opor ayam dengan dua paha dan satu dada, sambal ati-kentang dan Subhanallah ada titipan uang Rp 500.000,- dalam amplop, dengan tulisan ; “Buat adikku : kami menitipkan uang ini untuk anak-anakmu, semoga Idul Fitri ini kamu sekeluarga bisa berkumpul di desa. Dari kakak-kakakmu.
Malam yang penuh berkah, itulah janjiMu pada semua ummatMu yang yakin padaMu.
Terima kasih Robb, Kau suguhkan anak-anakku kenikmatan yang mereka harapkan seperti kataku padaMu, tak mengapa dia tak ada disamping kami tapi Kau berkahi malam ini dengan harapan kami.

Catatanku pada tahun 2007.

Memaknai suatu keadaan dengan harapan Allah memberi kemudahan, yakinkan itu pada setiap permasalahanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar