Rabu, 02 Januari 2013

SI PAHIT LIDAH DAN SI MATA EMPAT


            Tidak ada gunanya menyombongkan diri. Sebab, sifat sombong dapat mencelakakan diri kita sendiri.
            Jadilah orang yang rendah diri walaupun memiliki kemampuan lebih dari orang lain.
           
- Anonymous -

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

        Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat
           
            Zaman dahulu, di daerah Banding Agung, Sumatera Selatan, hiduplah dua jawara yang gagah perkasa.
            Mereka sangat dikenal oleh masyarakat Banding Agung dan disegani lawan-lawannya.
            Kedua pendekar itu memiliki julukan si Pahit Lidah dan si Mata Empat.
           
            Suatu hari, si Pahit Lidah datang menemui si Mata Empat.
            Ia berkata, ”Hai, Mata Empat, kudengar kau sangat sakti. Tapi, kurasa kesaktianmu tidaklah sebanding denganku.”
            Merasa diremehkan oleh si Pahit Lidah, si Mata Empat pun berkata, ”Apa maksudmu?” kau pikir sehebat apa dirimu?
            Untuk membuktikan siapa yang paling sakti diantara kita, ayo kita adu kesaktian!”
            “Baiklah, aku terima tantanganmu. Masing-masing dari kita nanti harus melungkup dibawah pohon bunga aren.
           
            Kemudian, bunga aren itu dipotong. Siapa yang bisa menghindar dari bunga aren tersebut, dialah yang menang,” jelas si Pahit Lidah menantang.
            Sesuai dengan namanya, si Mata Empat memiliki empat mata, yaitu dua di depan dan dua di belakang (kepalanya).
            Dengan gesit, si Pahit lidah memanjat pohon aren dan berhasil memotong bunganya.
            Sementara si Mata Empat menelungkupkan badannya di bawah rumpun pohon tersebut.
            Dibantu oleh kedua matanya yang terletak di belakang kepala, si Mata Empat pun berhasil menghindari bunga aren yang telah dipotong
            dari pohonnya oleh si Pahit Lidah. Selamatlah si Mata Empat.

            Kini, giliran si Mata Empat untuk memanjat pohon aren. Sedangkan, si Pahit Lidah menelungkupkan badannya dibawah rumpun pohon tersebut.
            Tidak kalah gesitnya si Mata Empat memanjat. Setelah sampai di atas, ia memotong bunga aren.
            Dengan cepat, bunga aren tersebut meluncur kebawah.
            Si Pahit Lidah yang tidak mengetahui bunga aren itu telah dipotong, hanya menelungkup tanpa menghindar.
            Akibatnya, tubuh si Pahit Lidah terkena hujaman bunga aren. Seketika itu juga ia tewas.

            Melihat kematian si Pahit Lidah, hati si Mata Empat menjadi puas. Kini, dialah yang paling sakti diantara jawara yang lain.
            Namun, di balik rasa puasnya, si Mata Empat masih merasa penasaran tentang nama si Pahit Lidah.

            “Dia pikir di itu hebat?”ucap Mata Empat sambil melihat kearah mayit Pahit Lidah.
            “Tapi, mengapa dia dipanggil si Pahit Lidah? Apakah lidahnya benar-benar pahit?” pikir si Mata Empat.

            Karena Penasaran, si Mata Empat pun menghampiri mayat si Pahit Lidah. Setelah itu, dibukalah mulut si Pahit Lidah.
            Setelah dilihat-lihat dengan teliti, ternyata lidah milik si Pahit Lidah tidak jauh berbeda dengan lidah miliknya.

            “Benarkah lidahnya pahit?” tanya si Mata Empat dalam hati sambil menempelkan telunjuknya ke lidah si pahit lidah.
            Kemudian, ia kecap jari telunjuknya yang telah terkena liur si Pahit Lidah itu kelidahnya.
            ”Memang terasa sangat pahit,” ujarnya kembali ke dalam hati.

            Akan tetapi, ia tidak mengetahui bahwa rasa pahit itu adalah racun yang berada di lidah si Pahit Lidah. Akibatnya, si Mata Empat pun tewas.
            Kini, tidak ada lagi jawara yang terkenal saat itu. Mereka tewas akibat kesombongannya sendiri.
            Mayat si Mata Empat dan si Pahit Lidah pun dimakamkan di tepi Danau Ranau.

            - Cerita Rakyat -

Sukses untuk Anda

Corporate Learning Center

Tidak ada komentar:

Posting Komentar